Banua Mbaso atau lazim dikenal dengan Sou Raja berarti rumah besar atau rumah raja. Banua Mbaso ini merupakan rumah tradisional masyarakat Sulawesi Tengah yang diwariskan oleh keluarga bangsawan suku-bangsa Kaili. Rumah jenis ini pertama kali dibangun oleh Raja Palu, Jodjokodi, pada tahun 1892. Rumah ini merupakan rumah kediaman tidak resmi bagi manggan atau raja beserta keluarganya, terutama yang tinggal di daerah pantai dan kota.
Rumah sejenis ini dapat ditemukan di beberapa daerah di Sulawesi Tengah. Banua Mbaso yang dibangun oleh Raja Palu yang usianya ratusan tahun tersebut, hingga saat ini masih terawat dengan baik.
Secara keseluruhan, bangunan Banua Mbaso terbagi atas tiga ruangan, yaitu:
* Lonta karawana (ruang depan). Ruangan ini berfungsi untuk menerima tamu. Sebelum ada meja dan kursi, di ruangan ini dibentangkan onysa (tikar). Ruangan ini juga berfungsi sebagai tempat tidur para tamu yang menginap.
* Lonta tata ugana (ruang tengah). Ruangan ini khusus untuk menerima tamu yang masih ada hubungan keluarga.
* Lonta rorana (ruang belakang). Ruangan ini berfungsi sebagai ruang makan. Terkadang ruang makan juga berada di lonta tata ugana. Di pojok belakang ruangan ini khusus untuk kamar tidur anak-anak gadis agar mudah diawasi oleh orang tua.
Untuk urang avu (ruang dapur), sumur dan jamban, dibuatkan bangunan tambahan atau ruangan lain di bagian belakang yang terpisah dengan bangunan utama. Untuk menghubungkan bangunan induk dengan ruang dapur tersebut dibuatkan jembatan beratap yang disebut dengan hambate atau dalam bahasa Bugis disebut jongke. Di jembatan beratap ini, biasanya dibuatkan pekuntu, yakni ruang terbuka untuk berangin-angin. Di kolong bangunan utama, biasanya dijadikan sebagai ruang kerja untuk pertukangan atau tempat beristirahat di siang hari. Sementara loteng rumah dipergunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka dan lain-lain.
Keistimewaan
Bangunan Banua Mbaso memiliki arsitektur yang cukup unik dan artistik. Uniknya, rumah ini berbentuk panggung yang merupakan perpaduan antara arsitektur rumah adat (Bugis) di Sulawesi Selatan dan rumah adat di Kalimantan Selatan. Bangunan rumah ini ditopang oleh sejumlah tiang kayu balok persegi empat dari kayu-kayu pilihan yang berkualitas tinggi, seperti kayu ulin, bayan, atau sejenisnya, sehingga bangunan rumah ini dapat bertahan sampai ratusan tahun. Atap bangunan ini berbentuk piramida segitiga yang dihiasi dengan ukiran-ukiran yang disebut dengan panapiri. Menariknya lagi, pada ujung bubungan bagian depan dan belakang diletakkan mahkota berukir yang disebut dengan bangko-bangko.
Bangunan Banua Mbaso ini tampak lebih artistik, karena hampir semua bagian bangunan ini diberi hiasan berupa kaligrafi Arab dan ukiran dengan motif bunga-bungaan dan daun-daunan. Hiasan-hiasan tersebut terdapat pada jelusi-jelusi pintu atau jendela, dinding-dinding bangunan, loteng, ruang depan, pinggiran cucuran atap, papanini, dan bangko-bangko. Semua hiasan tersebut melambangkan kesuburan, kemuliaan, keramah-tamahan dan kesejahteraan bagi penghuninya.
Lokasi
Untuk menyaksikan keunikan dan keartistikan Banua Mbaso peninggalan Raja Palu, para wisatawan dapat datang ke Kelurahan Lere atau lebih dikenal Kampung Lere, di Kota Palu. Sebagai informasi, Kampung Lere ini merupakan pusat Kerajaan Palu di masa lalu (abad XVII – XX). Selain di Kota Palu, para wisatawan juga dapat menyaksikan rumah tradisional Palu di beberapa daerah di Sulawesi Tengah, seperti di Kecamatan Sigi Biromaru dan Tawaeili (Kabupaten Donggala) dan di Kabupaten Parigi.
Akses
Untuk mencapai Kampung Lere atau Kelurahan Lere tidaklah sulit, karena kampung ini termasuk ke dalam wilayah Kota Palu. Para wisatawan dapat menggunakan angkutan umum berupa bus dan taksi yang setiap hari beroperasi di Kota Palu. Sementara Kabupaten Donggala yang terletak sekitar 15 km di sebelah Timur Kota Palu dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat sekitar 30 – 40 menit.
Biaya Tiket Masuk
Masih dalam proses konfirmasi.
Akomodasi dan Fasilitas
Di Kota Palu tersedia banyak fasilitas, seperti: hotel, wisma, penginapan, restoran, dan rumah makan.
Source : Wisata Melayu
Read More......
Rumah sejenis ini dapat ditemukan di beberapa daerah di Sulawesi Tengah. Banua Mbaso yang dibangun oleh Raja Palu yang usianya ratusan tahun tersebut, hingga saat ini masih terawat dengan baik.
Secara keseluruhan, bangunan Banua Mbaso terbagi atas tiga ruangan, yaitu:
* Lonta karawana (ruang depan). Ruangan ini berfungsi untuk menerima tamu. Sebelum ada meja dan kursi, di ruangan ini dibentangkan onysa (tikar). Ruangan ini juga berfungsi sebagai tempat tidur para tamu yang menginap.
* Lonta tata ugana (ruang tengah). Ruangan ini khusus untuk menerima tamu yang masih ada hubungan keluarga.
* Lonta rorana (ruang belakang). Ruangan ini berfungsi sebagai ruang makan. Terkadang ruang makan juga berada di lonta tata ugana. Di pojok belakang ruangan ini khusus untuk kamar tidur anak-anak gadis agar mudah diawasi oleh orang tua.
Untuk urang avu (ruang dapur), sumur dan jamban, dibuatkan bangunan tambahan atau ruangan lain di bagian belakang yang terpisah dengan bangunan utama. Untuk menghubungkan bangunan induk dengan ruang dapur tersebut dibuatkan jembatan beratap yang disebut dengan hambate atau dalam bahasa Bugis disebut jongke. Di jembatan beratap ini, biasanya dibuatkan pekuntu, yakni ruang terbuka untuk berangin-angin. Di kolong bangunan utama, biasanya dijadikan sebagai ruang kerja untuk pertukangan atau tempat beristirahat di siang hari. Sementara loteng rumah dipergunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka dan lain-lain.
Keistimewaan
Bangunan Banua Mbaso memiliki arsitektur yang cukup unik dan artistik. Uniknya, rumah ini berbentuk panggung yang merupakan perpaduan antara arsitektur rumah adat (Bugis) di Sulawesi Selatan dan rumah adat di Kalimantan Selatan. Bangunan rumah ini ditopang oleh sejumlah tiang kayu balok persegi empat dari kayu-kayu pilihan yang berkualitas tinggi, seperti kayu ulin, bayan, atau sejenisnya, sehingga bangunan rumah ini dapat bertahan sampai ratusan tahun. Atap bangunan ini berbentuk piramida segitiga yang dihiasi dengan ukiran-ukiran yang disebut dengan panapiri. Menariknya lagi, pada ujung bubungan bagian depan dan belakang diletakkan mahkota berukir yang disebut dengan bangko-bangko.
Bangunan Banua Mbaso ini tampak lebih artistik, karena hampir semua bagian bangunan ini diberi hiasan berupa kaligrafi Arab dan ukiran dengan motif bunga-bungaan dan daun-daunan. Hiasan-hiasan tersebut terdapat pada jelusi-jelusi pintu atau jendela, dinding-dinding bangunan, loteng, ruang depan, pinggiran cucuran atap, papanini, dan bangko-bangko. Semua hiasan tersebut melambangkan kesuburan, kemuliaan, keramah-tamahan dan kesejahteraan bagi penghuninya.
Lokasi
Untuk menyaksikan keunikan dan keartistikan Banua Mbaso peninggalan Raja Palu, para wisatawan dapat datang ke Kelurahan Lere atau lebih dikenal Kampung Lere, di Kota Palu. Sebagai informasi, Kampung Lere ini merupakan pusat Kerajaan Palu di masa lalu (abad XVII – XX). Selain di Kota Palu, para wisatawan juga dapat menyaksikan rumah tradisional Palu di beberapa daerah di Sulawesi Tengah, seperti di Kecamatan Sigi Biromaru dan Tawaeili (Kabupaten Donggala) dan di Kabupaten Parigi.
Akses
Untuk mencapai Kampung Lere atau Kelurahan Lere tidaklah sulit, karena kampung ini termasuk ke dalam wilayah Kota Palu. Para wisatawan dapat menggunakan angkutan umum berupa bus dan taksi yang setiap hari beroperasi di Kota Palu. Sementara Kabupaten Donggala yang terletak sekitar 15 km di sebelah Timur Kota Palu dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat sekitar 30 – 40 menit.
Biaya Tiket Masuk
Masih dalam proses konfirmasi.
Akomodasi dan Fasilitas
Di Kota Palu tersedia banyak fasilitas, seperti: hotel, wisma, penginapan, restoran, dan rumah makan.
Source : Wisata Melayu
Read More......
Kamis, 28 Oktober 2010
Posted in |
Sulawesi Tengah
|
0 Comments »