Ekspansi perdagangan bangsa Eropa di Nusantara sekitar abad ke-16 dan 17 memberi pengaruh yang berarti kepada berbagai bangsa di Asia Tenggara. Salah satunya Indonesia. Berawal dari kedatangan bangsa Portugal di awal abad ke-16, kemudian disusul Belanda dan Inggris pada periode selanjutnya, menjadikan hampir seluruh wilayah Kepulauan Nusantara sebagai zona ekonomi kolonial. Salah satu contohnya Kota Bandaneira, yang kini menjadi ibukota Kecamatan Pulau Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.
Bandaneira merupakan salah satu kota kecil (small town) tinggalan zaman kolonial Portugal dan Belanda di Nusantara. Tempat ini beranjak menjadi kota ketika Portugal menginjakkan kakinya untuk kali pertama di pulau yang terkenal sebagai pulau rempah-rempah (spice island) pada tahun 1527 (Kompas, 24/10/96). Kala itu, Bandaneira diproyeksikan sebagai sentra dagang Portugal untuk Eropa. Oleh karenanya, dibutuhkan pelabuhan yang memadai yang dilengkapi prasarana pertahanan, yakni benteng yang sekaligus berfungsi sebagai penjara dan gudang mesiu.
Dalam proses mengembangkan Bandaneira, Portugal mulanya mendirikan sebuah benteng yang diberi nama Benteng Nassau. Pembangunan benteng ini sekaligus bertujuan sebagai simbol kebesaran kolonial Portugal di kawasan Timur Jauh. Namun, belum selesai benteng ini dibangun, kedatangan Belanda di sana pada akhir abad ke-16 membuat Portugis harus meninggalkan Bandaneira.
Kedatangan VOC (Vereenigde Oost Indiesche Companie) —sebuah kongsi dagang swasta untuk wilayah Hindia Timur asal Belanda yang berdiri pada 1602— di Kepulauan Banda pada tahun 1599 inilah yang menjadi cikal bakal praktik kolonialisasi di antero wilayah Nusantara (Kompas, 24/10/96). VOC menyingkirkan hak-hak ekonomi Portugal dari Kepulauan Banda (dan juga Nusantara) ketika itu karena VOC menerima piagam hak monopoli (oktroi) dari Parlemen Kerajaan Belanda. Melalui piagam tersebut, VOC kemudian memiliki hak penuh atas segala aktivitas perdagangan di Hindia Timur, yakni Afrika bagian selatan dan timur serta seluruh Asia (Kompas, 28/03/02). Kawasan perdagangan yang dimaksud terbentang mulai dari Tanjung Harapan di Afrika Selatan sampai ke Selat Magellan di sebelah timur Kepulauan Jepang.
Piagam oktroi, sebagaimana disebut di atas, sekaligus menjadikan VOC sebagai wakil Pemerintah Kerajaan Belanda untuk kawasan Asia. Karenanya, VOC dapat melakukan perundingan dan mengikat perjanjian dengan para penguasa negara-negara berdaulat di seluruh Hindia Timur. Ia juga berhak membangun benteng untuk melindungi kantor dan gudang mereka, berhak mengangkat gubernur dan pegawai, berhak membentuk pasukan perang, menyelenggarakan peradilan, sampai menerbitkan uang (Kompas, 28/03/02).
Sebagaimana runtutan kisah di atas, hengkangnya Portugal dari Kepulauan Banda di awal abad ke-17, mendorong VOC membangun fondasi-fondasi kekuatan militernya di Nusantara bagian Timur. Ketika itu, kapal-kapal besar VOC berlabuh di Teluk Neira, membawa ribuan personel militernya dan menuntaskan pembangunan Benteng Nassau yang belum selesai dikerjakan Portugis dan juga mempersiapkan pembangunan benteng lain yang baru.
Dalam http://www.paketrupiah.com, dikisahkan bahwa pembangunan benteng baru itu dikomandoi oleh Pieter Both, Gubernur Jenderal VOC pertama, pada tahun 1611. Benteng yang diberi nama “Belgica” ini digunakan sebagai markas dan pusat pertahanan militer. Dalam kurun waktu itu, benteng yang pada awalnya difungsikan sebagai pusat pertahanan tersebut dalam perkembangannya menambah fungsinya sebagai benteng pemantau lalu lintas kapal dagang. Benteng ini kemudian diperbesar tahun 1622 oleh J.P. Coen. Kemudian, tahun 1667 diperbesar lagi oleh Komisaris Cornelis Speelman. Benteng ini menjadi markas militer Belanda hingga tahun 1860, atau berfungsi lebih dari 200 tahun. Setelah itu, benteng yang berada di atas perbukitan Tabaleku (di wilayah barat daya Pulau Naira) dan terletak pada ketinggian 30,01 meter di atas permukaan laut (dpl) ini dibiarkan terbengkalai karena tidak dipakai lagi hingga mengalami kerusakan.
Pada tahun 1991, atau setelah hampir empat seratus tahun berselang, Benteng Belgica dipugar oleh para ahli atas bantuan dana dari Jenderal L.B. Moerdani, yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan (Hankam) Republik Indonesia. Empat tahun pascapemugaran, benteng ini masuk ke dalam daftar bangunan yang pantas dilestarikan oleh UNESCO karena nilai sejarah yang melekat padanya. Dalam situs resmi UNESCO, whc.unesco.org, benteng ini ditetapkan sebagai salah satu situs peninggalan cagar budaya (world heritage culture) yang harus dilestarikan. UNESCO menerima pengajuan usulan dari Departemen Kebudayaan pada tanggal 19 Oktober 1995, bahwa benteng ini merupakan cagar budaya yang layak untuk dilestarikan.
Keistimewaan
Atmosfer napak tilas riwayat kolonialisme di Nusantara akan terasa sejak wisatawan tiba di Pulau Banda. Bukan hanya ketika wisatawan mencium aroma buah pala yang amat kuat di pulau ini, tetapi juga ketika para pelancong berkunjung ke Benteng Belgica. Berada di benteng yang menyimpan sejuta ceritera VOC di awal kedatangannya ini, seolah mengajak kita untuk kembali menengok situasi Bandaneira pada abad ke-17.
Meski telah berusia hampir 400 tahun, benteng ini masih terawat dengan baik. Tidak tampak di sana, misalnya, coretan-coretan pada tembok benteng yang tebalnya mencapai puluhan sentimeter itu seperti yang sering terjadi pada beberapa bangunan bersejarah di banyak tempat di Indonesia. Selain bangunan yang masih terawat dengan baik, penampilan benteng ini juga masih terlihat kokoh dan tangguh.
Dari sisi luar bangunan, banyak yang mengatakan bahwa Benteng Belgica yang dibangun pada tahun 1611 ini secara fisik menyerupai Gedung Pentagon di Washington D.C., Amerika Serikat. Bahkan, benteng ini mempunyai julukan sebagai The Indonesian Pentagon. Karena, secara desain arsitektur bangunan benteng bekas markas VOC tersebut berbentuk pentagonal alias persegi lima. Uniknya, apabila benteng ini dilihat dari salah satu penjuru niscaya hanya akan terlihat empat buah sisi, meski sesungguhnya memiliki lima sisi layaknya sebuah bintang persegi.
Setiap sudut pada bangunan ini dilengkapi dengan dinding-dinding yang dikreasi sebagai sarana bertahan ketika ada musuh yang menyerang atau yang lazim disebut sebagai defensive wall. Secara umum, http://en.wikipedia.org/wiki/Fort menyebutkan bahwa VOC mendirikan Benteng Belgica ini merujuk pada tren teknologi arsitektural (model) benteng di Eropa kala itu atau gaya benteng di periode modern awal (Early Modern Era).
Ciri khas lain dari benteng bercorak Early Modern Era ini adalah keberadaan bastion-bastion pada bangunan benteng. Bastion merupakan sebuah celah pada dinding benteng yang difungsikan sebagai tempat menaruh mulut canon atau meriam (http://en.wikipedia.org/wiki/Bastion). Sebagian besar, bastion-bastion ini menghadap ke arah laut, atau sehadap dengan muka benteng.
Pengunjung akan melihat bagaimana benteng ini ternyata tidak hanya meninggalkan berbagai bastion dan dinding-dinding raksasanya saja, melainkan juga beberapa meriam yang pernah digunakan VOC untuk menghalau para ‘pemberontak‘ yang dilakukan oleh penduduk lokal dan beberapa kesultanan dari Sulawesi dan Maluku Utara kala itu (antara akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-19).
Sementara itu, apabila pengunjung melihat dari dalam benteng, sebagaimana yang dilukiskan dalam http://www.paketrupiah.com/, konstruksi benteng terdiri atas dua lapis bangunan (dua lantai). Untuk memasukinya, pengunjung harus menggunakan tangga yang aslinya berupa tangga yang dapat diangkat (semacam tangga hidrolik). Kemudian, pada bagian tengah benteng terdapat sebuah ruang terbuka luas untuk para tahanan. Di tengah ruang terbuka tersebut terdapat dua buah sumur rahasia dengan bentuk persegi yang konon menghubungkan benteng dengan pelabuhan dan Benteng Nassau yang berada di tepi pantai.
Masih dalam sumber yang sama, pada setiap sisi benteng terdapat sebuah menara. Untuk menuju puncak menara tersedia tangga dengan posisi nyaris tegak dan lubang keluar yang sempit. Dari puncak menara ini wisatawan dapat menikmati panorama sebagian daerah di Kepulauan Banda, mulai dari birunya perairan Teluk Banda, matahari terbenam (sunset), puncak Gunung Api —sebuah gunung vulkanis di Bandaneira yang tingginya mencapai 667 meter dpl— yang menjulang, sampai rimbunnya ratusan pohon pala di Pulau Banda Besar. Berjalan-jalan di sekitar benteng ini sangat menyenangkan sambil membayangkan suasana masa kolonial tempo doeloe.
Lokasi
Benteng Belgica terletak di Kota Bandaneira, Kepulauan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Indonesia
Akses
Dari Kota Ambon, ibukota Provinsi Maluku, Anda dapat menggunakan Kapal Pelni KM Ciremai dari Pelabuhan Yos Sudarso untuk menuju Bandaneira. Waktu tempuh yang diperlukan kapal ini adalah tujuh (7) jam perjalanan ke arah tenggara dari Ambon. Meski tampak menjemukan, perjalanan selama 7 jam tersebut akan terobati dengan panorama Laut Banda yang menakjubkan di siang hari.
Sesampainya di Pelabuhan Yos Sudarso, Anda dapat mencari angkutan umum yang berjejeran di pelabuhan tersebut untuk menuju ke Benteng Belgica. Salah satu angkutan umum yang dapat mengantar Anda menuju Benteng Belgica adalah becak, ojek, angkutan kota, maupun taksi.
Harga Tiket
Wisatawan tidak dipungut biaya apapun ketika mengunjungi Benteng Belgica. Namun, sebagaimana bangunan-bangunan bersejarah lainnya di Kepulauan Banda, kita diharapkan untuk mengisi kotak donasi untuk membantu biaya perawatan benteng ini.
Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Wisatawan akan menemukan banyak penginapan dalam berbagai kelas di Kota Bandaneira, Maluku Tengah, Provinsi Maluku, salah satunya ialah yang berada di Jalan Ratu Liliselo dan Jalan Pelabuhan.
Source : Wisata Melayu
Bandaneira merupakan salah satu kota kecil (small town) tinggalan zaman kolonial Portugal dan Belanda di Nusantara. Tempat ini beranjak menjadi kota ketika Portugal menginjakkan kakinya untuk kali pertama di pulau yang terkenal sebagai pulau rempah-rempah (spice island) pada tahun 1527 (Kompas, 24/10/96). Kala itu, Bandaneira diproyeksikan sebagai sentra dagang Portugal untuk Eropa. Oleh karenanya, dibutuhkan pelabuhan yang memadai yang dilengkapi prasarana pertahanan, yakni benteng yang sekaligus berfungsi sebagai penjara dan gudang mesiu.
Dalam proses mengembangkan Bandaneira, Portugal mulanya mendirikan sebuah benteng yang diberi nama Benteng Nassau. Pembangunan benteng ini sekaligus bertujuan sebagai simbol kebesaran kolonial Portugal di kawasan Timur Jauh. Namun, belum selesai benteng ini dibangun, kedatangan Belanda di sana pada akhir abad ke-16 membuat Portugis harus meninggalkan Bandaneira.
Kedatangan VOC (Vereenigde Oost Indiesche Companie) —sebuah kongsi dagang swasta untuk wilayah Hindia Timur asal Belanda yang berdiri pada 1602— di Kepulauan Banda pada tahun 1599 inilah yang menjadi cikal bakal praktik kolonialisasi di antero wilayah Nusantara (Kompas, 24/10/96). VOC menyingkirkan hak-hak ekonomi Portugal dari Kepulauan Banda (dan juga Nusantara) ketika itu karena VOC menerima piagam hak monopoli (oktroi) dari Parlemen Kerajaan Belanda. Melalui piagam tersebut, VOC kemudian memiliki hak penuh atas segala aktivitas perdagangan di Hindia Timur, yakni Afrika bagian selatan dan timur serta seluruh Asia (Kompas, 28/03/02). Kawasan perdagangan yang dimaksud terbentang mulai dari Tanjung Harapan di Afrika Selatan sampai ke Selat Magellan di sebelah timur Kepulauan Jepang.
Piagam oktroi, sebagaimana disebut di atas, sekaligus menjadikan VOC sebagai wakil Pemerintah Kerajaan Belanda untuk kawasan Asia. Karenanya, VOC dapat melakukan perundingan dan mengikat perjanjian dengan para penguasa negara-negara berdaulat di seluruh Hindia Timur. Ia juga berhak membangun benteng untuk melindungi kantor dan gudang mereka, berhak mengangkat gubernur dan pegawai, berhak membentuk pasukan perang, menyelenggarakan peradilan, sampai menerbitkan uang (Kompas, 28/03/02).
Sebagaimana runtutan kisah di atas, hengkangnya Portugal dari Kepulauan Banda di awal abad ke-17, mendorong VOC membangun fondasi-fondasi kekuatan militernya di Nusantara bagian Timur. Ketika itu, kapal-kapal besar VOC berlabuh di Teluk Neira, membawa ribuan personel militernya dan menuntaskan pembangunan Benteng Nassau yang belum selesai dikerjakan Portugis dan juga mempersiapkan pembangunan benteng lain yang baru.
Dalam http://www.paketrupiah.com, dikisahkan bahwa pembangunan benteng baru itu dikomandoi oleh Pieter Both, Gubernur Jenderal VOC pertama, pada tahun 1611. Benteng yang diberi nama “Belgica” ini digunakan sebagai markas dan pusat pertahanan militer. Dalam kurun waktu itu, benteng yang pada awalnya difungsikan sebagai pusat pertahanan tersebut dalam perkembangannya menambah fungsinya sebagai benteng pemantau lalu lintas kapal dagang. Benteng ini kemudian diperbesar tahun 1622 oleh J.P. Coen. Kemudian, tahun 1667 diperbesar lagi oleh Komisaris Cornelis Speelman. Benteng ini menjadi markas militer Belanda hingga tahun 1860, atau berfungsi lebih dari 200 tahun. Setelah itu, benteng yang berada di atas perbukitan Tabaleku (di wilayah barat daya Pulau Naira) dan terletak pada ketinggian 30,01 meter di atas permukaan laut (dpl) ini dibiarkan terbengkalai karena tidak dipakai lagi hingga mengalami kerusakan.
Pada tahun 1991, atau setelah hampir empat seratus tahun berselang, Benteng Belgica dipugar oleh para ahli atas bantuan dana dari Jenderal L.B. Moerdani, yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan (Hankam) Republik Indonesia. Empat tahun pascapemugaran, benteng ini masuk ke dalam daftar bangunan yang pantas dilestarikan oleh UNESCO karena nilai sejarah yang melekat padanya. Dalam situs resmi UNESCO, whc.unesco.org, benteng ini ditetapkan sebagai salah satu situs peninggalan cagar budaya (world heritage culture) yang harus dilestarikan. UNESCO menerima pengajuan usulan dari Departemen Kebudayaan pada tanggal 19 Oktober 1995, bahwa benteng ini merupakan cagar budaya yang layak untuk dilestarikan.
Keistimewaan
Atmosfer napak tilas riwayat kolonialisme di Nusantara akan terasa sejak wisatawan tiba di Pulau Banda. Bukan hanya ketika wisatawan mencium aroma buah pala yang amat kuat di pulau ini, tetapi juga ketika para pelancong berkunjung ke Benteng Belgica. Berada di benteng yang menyimpan sejuta ceritera VOC di awal kedatangannya ini, seolah mengajak kita untuk kembali menengok situasi Bandaneira pada abad ke-17.
Meski telah berusia hampir 400 tahun, benteng ini masih terawat dengan baik. Tidak tampak di sana, misalnya, coretan-coretan pada tembok benteng yang tebalnya mencapai puluhan sentimeter itu seperti yang sering terjadi pada beberapa bangunan bersejarah di banyak tempat di Indonesia. Selain bangunan yang masih terawat dengan baik, penampilan benteng ini juga masih terlihat kokoh dan tangguh.
Dari sisi luar bangunan, banyak yang mengatakan bahwa Benteng Belgica yang dibangun pada tahun 1611 ini secara fisik menyerupai Gedung Pentagon di Washington D.C., Amerika Serikat. Bahkan, benteng ini mempunyai julukan sebagai The Indonesian Pentagon. Karena, secara desain arsitektur bangunan benteng bekas markas VOC tersebut berbentuk pentagonal alias persegi lima. Uniknya, apabila benteng ini dilihat dari salah satu penjuru niscaya hanya akan terlihat empat buah sisi, meski sesungguhnya memiliki lima sisi layaknya sebuah bintang persegi.
Setiap sudut pada bangunan ini dilengkapi dengan dinding-dinding yang dikreasi sebagai sarana bertahan ketika ada musuh yang menyerang atau yang lazim disebut sebagai defensive wall. Secara umum, http://en.wikipedia.org/wiki/Fort menyebutkan bahwa VOC mendirikan Benteng Belgica ini merujuk pada tren teknologi arsitektural (model) benteng di Eropa kala itu atau gaya benteng di periode modern awal (Early Modern Era).
Ciri khas lain dari benteng bercorak Early Modern Era ini adalah keberadaan bastion-bastion pada bangunan benteng. Bastion merupakan sebuah celah pada dinding benteng yang difungsikan sebagai tempat menaruh mulut canon atau meriam (http://en.wikipedia.org/wiki/Bastion). Sebagian besar, bastion-bastion ini menghadap ke arah laut, atau sehadap dengan muka benteng.
Pengunjung akan melihat bagaimana benteng ini ternyata tidak hanya meninggalkan berbagai bastion dan dinding-dinding raksasanya saja, melainkan juga beberapa meriam yang pernah digunakan VOC untuk menghalau para ‘pemberontak‘ yang dilakukan oleh penduduk lokal dan beberapa kesultanan dari Sulawesi dan Maluku Utara kala itu (antara akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-19).
Sementara itu, apabila pengunjung melihat dari dalam benteng, sebagaimana yang dilukiskan dalam http://www.paketrupiah.com/, konstruksi benteng terdiri atas dua lapis bangunan (dua lantai). Untuk memasukinya, pengunjung harus menggunakan tangga yang aslinya berupa tangga yang dapat diangkat (semacam tangga hidrolik). Kemudian, pada bagian tengah benteng terdapat sebuah ruang terbuka luas untuk para tahanan. Di tengah ruang terbuka tersebut terdapat dua buah sumur rahasia dengan bentuk persegi yang konon menghubungkan benteng dengan pelabuhan dan Benteng Nassau yang berada di tepi pantai.
Masih dalam sumber yang sama, pada setiap sisi benteng terdapat sebuah menara. Untuk menuju puncak menara tersedia tangga dengan posisi nyaris tegak dan lubang keluar yang sempit. Dari puncak menara ini wisatawan dapat menikmati panorama sebagian daerah di Kepulauan Banda, mulai dari birunya perairan Teluk Banda, matahari terbenam (sunset), puncak Gunung Api —sebuah gunung vulkanis di Bandaneira yang tingginya mencapai 667 meter dpl— yang menjulang, sampai rimbunnya ratusan pohon pala di Pulau Banda Besar. Berjalan-jalan di sekitar benteng ini sangat menyenangkan sambil membayangkan suasana masa kolonial tempo doeloe.
Lokasi
Benteng Belgica terletak di Kota Bandaneira, Kepulauan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Indonesia
Akses
Dari Kota Ambon, ibukota Provinsi Maluku, Anda dapat menggunakan Kapal Pelni KM Ciremai dari Pelabuhan Yos Sudarso untuk menuju Bandaneira. Waktu tempuh yang diperlukan kapal ini adalah tujuh (7) jam perjalanan ke arah tenggara dari Ambon. Meski tampak menjemukan, perjalanan selama 7 jam tersebut akan terobati dengan panorama Laut Banda yang menakjubkan di siang hari.
Sesampainya di Pelabuhan Yos Sudarso, Anda dapat mencari angkutan umum yang berjejeran di pelabuhan tersebut untuk menuju ke Benteng Belgica. Salah satu angkutan umum yang dapat mengantar Anda menuju Benteng Belgica adalah becak, ojek, angkutan kota, maupun taksi.
Harga Tiket
Wisatawan tidak dipungut biaya apapun ketika mengunjungi Benteng Belgica. Namun, sebagaimana bangunan-bangunan bersejarah lainnya di Kepulauan Banda, kita diharapkan untuk mengisi kotak donasi untuk membantu biaya perawatan benteng ini.
Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Wisatawan akan menemukan banyak penginapan dalam berbagai kelas di Kota Bandaneira, Maluku Tengah, Provinsi Maluku, salah satunya ialah yang berada di Jalan Ratu Liliselo dan Jalan Pelabuhan.
Source : Wisata Melayu
Kamis, 28 Oktober 2010
Posted in |
Maluku
|
0 Comments »
One Responses to "Benteng Belgica (The Indonesian Pentagon) di Banda Naira, Kab. Maluku Tengah, Maluku"