Banua Mbaso atau lazim dikenal dengan Sou Raja berarti rumah besar atau rumah raja. Banua Mbaso ini merupakan rumah tradisional masyarakat Sulawesi Tengah yang diwariskan oleh keluarga bangsawan suku-bangsa Kaili. Rumah jenis ini pertama kali dibangun oleh Raja Palu, Jodjokodi, pada tahun 1892. Rumah ini merupakan rumah kediaman tidak resmi bagi manggan atau raja beserta keluarganya, terutama yang tinggal di daerah pantai dan kota.

Rumah sejenis ini dapat ditemukan di beberapa daerah di Sulawesi Tengah. Banua Mbaso yang dibangun oleh Raja Palu yang usianya ratusan tahun tersebut, hingga saat ini masih terawat dengan baik.

Secara keseluruhan, bangunan Banua Mbaso terbagi atas tiga ruangan, yaitu:

* Lonta karawana (ruang depan). Ruangan ini berfungsi untuk menerima tamu. Sebelum ada meja dan kursi, di ruangan ini dibentangkan onysa (tikar). Ruangan ini juga berfungsi sebagai tempat tidur para tamu yang menginap.
* Lonta tata ugana (ruang tengah). Ruangan ini khusus untuk menerima tamu yang masih ada hubungan keluarga.
* Lonta rorana (ruang belakang). Ruangan ini berfungsi sebagai ruang makan. Terkadang ruang makan juga berada di lonta tata ugana. Di pojok belakang ruangan ini khusus untuk kamar tidur anak-anak gadis agar mudah diawasi oleh orang tua.

Untuk urang avu (ruang dapur), sumur dan jamban, dibuatkan bangunan tambahan atau ruangan lain di bagian belakang yang terpisah dengan bangunan utama. Untuk menghubungkan bangunan induk dengan ruang dapur tersebut dibuatkan jembatan beratap yang disebut dengan hambate atau dalam bahasa Bugis disebut jongke. Di jembatan beratap ini, biasanya dibuatkan pekuntu, yakni ruang terbuka untuk berangin-angin. Di kolong bangunan utama, biasanya dijadikan sebagai ruang kerja untuk pertukangan atau tempat beristirahat di siang hari. Sementara loteng rumah dipergunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka dan lain-lain.

Keistimewaan

Bangunan Banua Mbaso memiliki arsitektur yang cukup unik dan artistik. Uniknya, rumah ini berbentuk panggung yang merupakan perpaduan antara arsitektur rumah adat (Bugis) di Sulawesi Selatan dan rumah adat di Kalimantan Selatan. Bangunan rumah ini ditopang oleh sejumlah tiang kayu balok persegi empat dari kayu-kayu pilihan yang berkualitas tinggi, seperti kayu ulin, bayan, atau sejenisnya, sehingga bangunan rumah ini dapat bertahan sampai ratusan tahun. Atap bangunan ini berbentuk piramida segitiga yang dihiasi dengan ukiran-ukiran yang disebut dengan panapiri. Menariknya lagi, pada ujung bubungan bagian depan dan belakang diletakkan mahkota berukir yang disebut dengan bangko-bangko.

Bangunan Banua Mbaso ini tampak lebih artistik, karena hampir semua bagian bangunan ini diberi hiasan berupa kaligrafi Arab dan ukiran dengan motif bunga-bungaan dan daun-daunan. Hiasan-hiasan tersebut terdapat pada jelusi-jelusi pintu atau jendela, dinding-dinding bangunan, loteng, ruang depan, pinggiran cucuran atap, papanini, dan bangko-bangko. Semua hiasan tersebut melambangkan kesuburan, kemuliaan, keramah-tamahan dan kesejahteraan bagi penghuninya.

Lokasi


Untuk menyaksikan keunikan dan keartistikan Banua Mbaso peninggalan Raja Palu, para wisatawan dapat datang ke Kelurahan Lere atau lebih dikenal Kampung Lere, di Kota Palu. Sebagai informasi, Kampung Lere ini merupakan pusat Kerajaan Palu di masa lalu (abad XVII – XX). Selain di Kota Palu, para wisatawan juga dapat menyaksikan rumah tradisional Palu di beberapa daerah di Sulawesi Tengah, seperti di Kecamatan Sigi Biromaru dan Tawaeili (Kabupaten Donggala) dan di Kabupaten Parigi.

Akses

Untuk mencapai Kampung Lere atau Kelurahan Lere tidaklah sulit, karena kampung ini termasuk ke dalam wilayah Kota Palu. Para wisatawan dapat menggunakan angkutan umum berupa bus dan taksi yang setiap hari beroperasi di Kota Palu. Sementara Kabupaten Donggala yang terletak sekitar 15 km di sebelah Timur Kota Palu dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat sekitar 30 – 40 menit.

Biaya Tiket Masuk


Masih dalam proses konfirmasi.

Akomodasi dan Fasilitas

Di Kota Palu tersedia banyak fasilitas, seperti: hotel, wisma, penginapan, restoran, dan rumah makan.

Source : Wisata Melayu

Read More......
Share/Save/Bookmark
Kamis, 28 Oktober 2010 Posted in | | 0 Comments »

Ekspansi perdagangan bangsa Eropa di Nusantara sekitar abad ke-16 dan 17 memberi pengaruh yang berarti kepada berbagai bangsa di Asia Tenggara. Salah satunya Indonesia. Berawal dari kedatangan bangsa Portugal di awal abad ke-16, kemudian disusul Belanda dan Inggris pada periode selanjutnya, menjadikan hampir seluruh wilayah Kepulauan Nusantara sebagai zona ekonomi kolonial. Salah satu contohnya Kota Bandaneira, yang kini menjadi ibukota Kecamatan Pulau Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.

Bandaneira merupakan salah satu kota kecil (small town) tinggalan zaman kolonial Portugal dan Belanda di Nusantara. Tempat ini beranjak menjadi kota ketika Portugal menginjakkan kakinya untuk kali pertama di pulau yang terkenal sebagai pulau rempah-rempah (spice island) pada tahun 1527 (Kompas, 24/10/96). Kala itu, Bandaneira diproyeksikan sebagai sentra dagang Portugal untuk Eropa. Oleh karenanya, dibutuhkan pelabuhan yang memadai yang dilengkapi prasarana pertahanan, yakni benteng yang sekaligus berfungsi sebagai penjara dan gudang mesiu.

Dalam proses mengembangkan Bandaneira, Portugal mulanya mendirikan sebuah benteng yang diberi nama Benteng Nassau. Pembangunan benteng ini sekaligus bertujuan sebagai simbol kebesaran kolonial Portugal di kawasan Timur Jauh. Namun, belum selesai benteng ini dibangun, kedatangan Belanda di sana pada akhir abad ke-16 membuat Portugis harus meninggalkan Bandaneira.

Kedatangan VOC (Vereenigde Oost Indiesche Companie) —sebuah kongsi dagang swasta untuk wilayah Hindia Timur asal Belanda yang berdiri pada 1602— di Kepulauan Banda pada tahun 1599 inilah yang menjadi cikal bakal praktik kolonialisasi di antero wilayah Nusantara (Kompas, 24/10/96). VOC menyingkirkan hak-hak ekonomi Portugal dari Kepulauan Banda (dan juga Nusantara) ketika itu karena VOC menerima piagam hak monopoli (oktroi) dari Parlemen Kerajaan Belanda. Melalui piagam tersebut, VOC kemudian memiliki hak penuh atas segala aktivitas perdagangan di Hindia Timur, yakni Afrika bagian selatan dan timur serta seluruh Asia (Kompas, 28/03/02). Kawasan perdagangan yang dimaksud terbentang mulai dari Tanjung Harapan di Afrika Selatan sampai ke Selat Magellan di sebelah timur Kepulauan Jepang.

Piagam oktroi, sebagaimana disebut di atas, sekaligus menjadikan VOC sebagai wakil Pemerintah Kerajaan Belanda untuk kawasan Asia. Karenanya, VOC dapat melakukan perundingan dan mengikat perjanjian dengan para penguasa negara-negara berdaulat di seluruh Hindia Timur. Ia juga berhak membangun benteng untuk melindungi kantor dan gudang mereka, berhak mengangkat gubernur dan pegawai, berhak membentuk pasukan perang, menyelenggarakan peradilan, sampai menerbitkan uang (Kompas, 28/03/02).

Sebagaimana runtutan kisah di atas, hengkangnya Portugal dari Kepulauan Banda di awal abad ke-17, mendorong VOC membangun fondasi-fondasi kekuatan militernya di Nusantara bagian Timur. Ketika itu, kapal-kapal besar VOC berlabuh di Teluk Neira, membawa ribuan personel militernya dan menuntaskan pembangunan Benteng Nassau yang belum selesai dikerjakan Portugis dan juga mempersiapkan pembangunan benteng lain yang baru.

Dalam http://www.paketrupiah.com, dikisahkan bahwa pembangunan benteng baru itu dikomandoi oleh Pieter Both, Gubernur Jenderal VOC pertama, pada tahun 1611. Benteng yang diberi nama “Belgica” ini digunakan sebagai markas dan pusat pertahanan militer. Dalam kurun waktu itu, benteng yang pada awalnya difungsikan sebagai pusat pertahanan tersebut dalam perkembangannya menambah fungsinya sebagai benteng pemantau lalu lintas kapal dagang. Benteng ini kemudian diperbesar tahun 1622 oleh J.P. Coen. Kemudian, tahun 1667 diperbesar lagi oleh Komisaris Cornelis Speelman. Benteng ini menjadi markas militer Belanda hingga tahun 1860, atau berfungsi lebih dari 200 tahun. Setelah itu, benteng yang berada di atas perbukitan Tabaleku (di wilayah barat daya Pulau Naira) dan terletak pada ketinggian 30,01 meter di atas permukaan laut (dpl) ini dibiarkan terbengkalai karena tidak dipakai lagi hingga mengalami kerusakan.

Pada tahun 1991, atau setelah hampir empat seratus tahun berselang, Benteng Belgica dipugar oleh para ahli atas bantuan dana dari Jenderal L.B. Moerdani, yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan (Hankam) Republik Indonesia. Empat tahun pascapemugaran, benteng ini masuk ke dalam daftar bangunan yang pantas dilestarikan oleh UNESCO karena nilai sejarah yang melekat padanya. Dalam situs resmi UNESCO, whc.unesco.org, benteng ini ditetapkan sebagai salah satu situs peninggalan cagar budaya (world heritage culture) yang harus dilestarikan. UNESCO menerima pengajuan usulan dari Departemen Kebudayaan pada tanggal 19 Oktober 1995, bahwa benteng ini merupakan cagar budaya yang layak untuk dilestarikan.

Keistimewaan

Atmosfer napak tilas riwayat kolonialisme di Nusantara akan terasa sejak wisatawan tiba di Pulau Banda. Bukan hanya ketika wisatawan mencium aroma buah pala yang amat kuat di pulau ini, tetapi juga ketika para pelancong berkunjung ke Benteng Belgica. Berada di benteng yang menyimpan sejuta ceritera VOC di awal kedatangannya ini, seolah mengajak kita untuk kembali menengok situasi Bandaneira pada abad ke-17.

Meski telah berusia hampir 400 tahun, benteng ini masih terawat dengan baik. Tidak tampak di sana, misalnya, coretan-coretan pada tembok benteng yang tebalnya mencapai puluhan sentimeter itu seperti yang sering terjadi pada beberapa bangunan bersejarah di banyak tempat di Indonesia. Selain bangunan yang masih terawat dengan baik, penampilan benteng ini juga masih terlihat kokoh dan tangguh.

Dari sisi luar bangunan, banyak yang mengatakan bahwa Benteng Belgica yang dibangun pada tahun 1611 ini secara fisik menyerupai Gedung Pentagon di Washington D.C., Amerika Serikat. Bahkan, benteng ini mempunyai julukan sebagai The Indonesian Pentagon. Karena, secara desain arsitektur bangunan benteng bekas markas VOC tersebut berbentuk pentagonal alias persegi lima. Uniknya, apabila benteng ini dilihat dari salah satu penjuru niscaya hanya akan terlihat empat buah sisi, meski sesungguhnya memiliki lima sisi layaknya sebuah bintang persegi.

Setiap sudut pada bangunan ini dilengkapi dengan dinding-dinding yang dikreasi sebagai sarana bertahan ketika ada musuh yang menyerang atau yang lazim disebut sebagai defensive wall. Secara umum, http://en.wikipedia.org/wiki/Fort menyebutkan bahwa VOC mendirikan Benteng Belgica ini merujuk pada tren teknologi arsitektural (model) benteng di Eropa kala itu atau gaya benteng di periode modern awal (Early Modern Era).

Ciri khas lain dari benteng bercorak Early Modern Era ini adalah keberadaan bastion-bastion pada bangunan benteng. Bastion merupakan sebuah celah pada dinding benteng yang difungsikan sebagai tempat menaruh mulut canon atau meriam (http://en.wikipedia.org/wiki/Bastion). Sebagian besar, bastion-bastion ini menghadap ke arah laut, atau sehadap dengan muka benteng.

Pengunjung akan melihat bagaimana benteng ini ternyata tidak hanya meninggalkan berbagai bastion dan dinding-dinding raksasanya saja, melainkan juga beberapa meriam yang pernah digunakan VOC untuk menghalau para ‘pemberontak‘ yang dilakukan oleh penduduk lokal dan beberapa kesultanan dari Sulawesi dan Maluku Utara kala itu (antara akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-19).

Sementara itu, apabila pengunjung melihat dari dalam benteng, sebagaimana yang dilukiskan dalam http://www.paketrupiah.com/, konstruksi benteng terdiri atas dua lapis bangunan (dua lantai). Untuk memasukinya, pengunjung harus menggunakan tangga yang aslinya berupa tangga yang dapat diangkat (semacam tangga hidrolik). Kemudian, pada bagian tengah benteng terdapat sebuah ruang terbuka luas untuk para tahanan. Di tengah ruang terbuka tersebut terdapat dua buah sumur rahasia dengan bentuk persegi yang konon menghubungkan benteng dengan pelabuhan dan Benteng Nassau yang berada di tepi pantai.

Masih dalam sumber yang sama, pada setiap sisi benteng terdapat sebuah menara. Untuk menuju puncak menara tersedia tangga dengan posisi nyaris tegak dan lubang keluar yang sempit. Dari puncak menara ini wisatawan dapat menikmati panorama sebagian daerah di Kepulauan Banda, mulai dari birunya perairan Teluk Banda, matahari terbenam (sunset), puncak Gunung Api —sebuah gunung vulkanis di Bandaneira yang tingginya mencapai 667 meter dpl— yang menjulang, sampai rimbunnya ratusan pohon pala di Pulau Banda Besar. Berjalan-jalan di sekitar benteng ini sangat menyenangkan sambil membayangkan suasana masa kolonial tempo doeloe.

Lokasi

Benteng Belgica terletak di Kota Bandaneira, Kepulauan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Indonesia

Akses

Dari Kota Ambon, ibukota Provinsi Maluku, Anda dapat menggunakan Kapal Pelni KM Ciremai dari Pelabuhan Yos Sudarso untuk menuju Bandaneira. Waktu tempuh yang diperlukan kapal ini adalah tujuh (7) jam perjalanan ke arah tenggara dari Ambon. Meski tampak menjemukan, perjalanan selama 7 jam tersebut akan terobati dengan panorama Laut Banda yang menakjubkan di siang hari.

Sesampainya di Pelabuhan Yos Sudarso, Anda dapat mencari angkutan umum yang berjejeran di pelabuhan tersebut untuk menuju ke Benteng Belgica. Salah satu angkutan umum yang dapat mengantar Anda menuju Benteng Belgica adalah becak, ojek, angkutan kota, maupun taksi.

Harga Tiket

Wisatawan tidak dipungut biaya apapun ketika mengunjungi Benteng Belgica. Namun, sebagaimana bangunan-bangunan bersejarah lainnya di Kepulauan Banda, kita diharapkan untuk mengisi kotak donasi untuk membantu biaya perawatan benteng ini.

Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Wisatawan akan menemukan banyak penginapan dalam berbagai kelas di Kota Bandaneira, Maluku Tengah, Provinsi Maluku, salah satunya ialah yang berada di Jalan Ratu Liliselo dan Jalan Pelabuhan.

Source : Wisata Melayu

Read More......
Share/Save/Bookmark
Posted in | | 0 Comments »

Oleh masyarakat sekitar, keberadaan Bukit Kelam dikaitkan dengan legenda Bujang Beji dan Tumenggung Marubai. Bujang Beji dan Tumenggung Marubai merupakan kepala kelompok para penangkap ikan di Negeri Sintang (ibu kota Kabupaten Sintang sekarang). Bujang Beji beserta kelompoknya menguasai Sungai Kapuas, sedangkan Tumenggung Marubai beserta kelompoknya menguasai Sungai Melawi.

Karena perbedaan hasil tangkapan ikan, muncul niat jahat Bujang Beji untuk menutup aliran Sungai Melawi dengan batu besar. Lalu, ia pergi ke Kapuas Hulu untuk mengangkat batu besar yang terdapat di puncak Bukit Nanga Silat dan membawanya ke Sungai Melawi. Namun, di persimpangan Sungai Kapuas dan Sungai Melawi, dewi-dewi dari khayangan menertawakannya beramai-ramai. Tatkala mendongakkan kepala mencari asal suara, tanpa disadarinya, ia menginjak duri beracun. Seketika itu juga, batu yang dipikulnya terlepas dan kemudian terbenam di suatu tempat bernama Jetak.

Menurut legendanya, batu besar yang terbenam di Jetak itu kemudian tumbuh perlahan-lahan menjadi sebuah bukit. Dewasa ini, bukit tersebut dikenal dengan Bukit Kelam, sebuah obyek wisata unik dan eksotik yang sangat dikagumi oleh wisatawan domestik dan mancanegara. Dinamakan Bukit Kelam karena batu-batu yang terdapat di bukit tersebut berwarna hitam.

Melihat keunikan, keeksotisan, dan kekayaan hayati kawasan seluas 520 hektar lebih tersebut, pemerintah pusat melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 594/Kpts-II/92 pada tanggal 6 Juni 1992, menetapkannya sebagai Taman Wisata Alam Bukit Kelam.

Keistimewaan

Panorama alamnya yang rancak dan alami, serta udaranya yang sejuk dan segar, menjadikan kawasaan ini tepat sekali dipilih sebagai tujuan rekreasi alam. Pengunjung dapat mencerap keindahan panoramanya sambil berjalan-jalan di kawasan tersebut, atau sambil duduk santai di shelter-shelter.

Di kawasan ini, terdapat berbagai flora langka, seperti meranti (shorea sp), bangeris (koompassia sp), tengkawang (dipterocarpus sp), kebas-kebas (podocarpusceae), anggrek (archidaceae), dan kantong semar raksasa.

Berbagai fauna langkanya, seperti beruang madu (heralctus mayalanus), trenggiling (manis javanica), kelelawar (hiropteraphilie), dan alap-alap (acciptiter badios), menambah daya tarik kawasan ini.

Bagi yang ingin ke puncak bukitnya, dapat melewati sebuah tangga batu yang memiliki ketinggian sekitar 90 meter yang terletak di sebelah barat Bukit Kelam. Bagi yang bernyali besar dan menyukai tantangan ekstrem, dapat mencapai puncaknya dengan melewati tebing batu yang terjal.

Di puncak bukitnya, terdapat gua-gua alam yang eksotik dan bernuansa magis yang di dalamnya banyak terdapat burung walet. Dan, dari atas puncaknya, terlihat hutan tropis yang lebat dan hijau di sekitarnya, Sungai Kapuas dan Sungai Melawi yang mengapit Kota Sintang, keindahan Kota Sintang dari kejauhan, dan areal persawahan yang menghampar luas di bawahnya. Bila musim hujan tiba, dari tempat ini juga terlihat air terjun yang memesona.

Ketinggian kawasan ini berkisar antara 50-900 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan kemiringan antara 15°-40°, sehingga tepat sekali dijadikan tempat untuk melakukan olahraga terbang layang dan panjat tebing. Bagi penyuka olahraga lintas alam, di kawasan ini terdapat jalan setapak yang berliku-liku sampai ke dalam hutan dengan medan yang cukup berat. Pengunjung yang ingin berenang dan bermain tenis, di kawasan ini juga tersedia kolam renang dan lapangan tenis yang dapat digunakan saban waktu. Bagi pengunjung yang ingin menikmati kawasan ini pada malam hari, juga disediakan camping ground yang luas dan aman.

Selain itu, di sini pengunjung juga dapat melihat Rumah Panjang (rumah tradisional suku Dayak) Ensaid Pendek dan Ensaid Panjang yang memiliki arsitektur khas.

Di kawasan ini setiap tahunnya diadakan Gebyar Wisata Bukit Kelam yang menampilkan berbagai atraksi seni dan budaya dari masyarakat setempat, pameran wisata, fashion, permainan rakyat, dan lain sebagainya.

Lokasi

Taman Wisata Alam Bukit Kelam terletak di Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia.

Akses

Kabupaten Sintang berjarak sekitar 395 kilometer di sebelah timur Kota Pontianak, ibu kota Provinsi Kalimantan Barat. Dari Pontianak menuju Sintang, pengunjung dapat naik pesawat, taksi, bus travel, angkutan umum, atau kendaraan pribadi.

Dari pusat Kota Sintang, Taman Wisata Alam Bukit Kelam berjarak sekitar 19 kilometer ke arah timur. Jalan menuju kawasan ini telah beraspal mulus dan dapat dilalui oleh kendaraan roda empat, sehingga pengunjung mudah mengaksesnya dengan menggunakan bus atau kendaraan pribadi dengan waktu tempuh sekitar 30-35 menit.

Setelah sampai di area parkir, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki menaiki tangga-tangga menuju kawasan Taman Wisata Alam Bukit Kelam. Untuk memudahkan pengunjung, di kawasan tersebut telah dibangun jalur wisata permanen yang menghubungkan satu objek wisata dengan objek wisata lainnya.

Harga Tiket

Masih dalam proses konfirmasi.

Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Di kawasan Taman Wisata Alam Bukit Kelam terdapat berbagai fasilitas, seperti pusat informasi pariwisata, pemandu wisata, balai pertemuan, panggung hiburan, papan penunjuk arah, camping ground, dan area hiking,

Selain itu, di kawasan ini juga terdapat terminal bus, area parkir yang luas dan aman, warung makan, kolam renang, lapangan tenis, shelter-shelter, sentra oleh-oleh dan cenderamata, dan toilet.

Pengunjung yang ingin menginap tidak perlu khawatir, karena di kawasan ini terdapat losmen dan wisma dengan berbagai tipe.

Source : Wisata Melayu

Read More......
Share/Save/Bookmark
Senin, 25 Oktober 2010 Posted in | | 0 Comments »

Pariwisata di Pulau Bintan terus menggeliat. Pemkab setempat giat mengembangkan keindahan pulau yang terletak 40 km dari Singapura ini menjadi daerah tujuan wisata andalan. Tak hanya wisata bahari, Dinas Pariwisata Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bintan juga gencar mengembangkan wisata olahraga sebagai daya tarik di pulau terbesar di gugusan pulau yang menghampar di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) ini.

Dalam Visit Bintan Year (VBY) 2010, Pemkab Bintan menargetkan 550 ribu kunjungan wisatawan dan pada 2012 sebanyak 1 juta wisatawan. "Pada 2012, VBY menargetkan satu juta wisatawan mengunjungi pulau ini," kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemkab Bintan RM Akib Rachim kepada rombongan Media Fam Trip Kementerian Budaya dan Pariwisata, baru-baru ini.

Target itu tidak muluk-muluk mengingat pendapatan asli daerah (PAD) di sektor pariwisata cukup besar. Menurut data Dinas Pariwisata dan Budaya setempat, pendapatan asli daerah (PAD) Bintan 2009 adalah Rp 132,7 miliar, yang kebanyakan berasal dari pajak hotel, pajak restoran, dan pajak hiburan. Angka ini melampaui target dari yang ditargetkan sebesar Rp 127,95 miliar, atau pencapaiannya sebesar 103,76 persen.

Mendunia

Berwisata ke Pulau Bintan, wisatawan tidak hanya disuguhi keindahan pantai pasir putih eksotis, air laut jernih, aneka batu karang laut di Pantai Lagoi, hutan mangrove dan berbagai olahraga bahari, tetapi juga resor istirahat yang menawan.

Bahkan operator pariwisata Singapura, yang merasa diuntungkan dengan pesatnya Bintan, ikut menjual pulau yang dijuluki "Bumi Segantang Lada" itu ke berbagai penjuru dunia. Di area resor wisata pulau seluas 23 ribu hektare ini setidaknya ada lima resor yang ditawarkan, yakni Mayang Sari, Nirwana Gardens, Bintan Lagoon, Angsana, dan Banyan Tree.

Keelokan dan kebersihan Pantai Lagoi tidak kalah dengan pantai-pantai di Bali. Karena amat tersohornya pantai di Bintan, tokoh-tokoh penting dunia menyempatkan diri berkunjung ke Bintan. Misalnya, yang paling anyar adalah kunjungan Tonny Blair. Mantan Perdana Menteri Inggris ini memilih Pantai Lagoi sebagai tempat berlibur bersama keluarga pada April 2010.

Hanya berselang sekitar tiga minggu sebelum kunjungan Blair, Lagoi juga kedatangan tamu penting lainnya, yakni mantan Sekjen PBB Kofi Annan dan aktor Hollywood Chuck Norris.

Saat rombongan Media Fam Trip yang dipimpin Kasubdit Lembaga Pariwisata dan Widyawisata Ditjen Pemasaran Kemenbudpar Vincentius Jemadu itu mengunjungi Bintan, sejumlah artis dan sutradara ternama Bollywood India tengah melakukan syuting film drama komedi berjudul Behjatry Masula. Mereka mengambil gambar di kawasan wisata internasional Lagoi (Bintan Utara), serta kawasan perbukitan yang masih alami.

Wisata olahraga golf juga sudah mendunia di Bintan karena telah mendapat PATA Gold Award. Para pegolf dunia berbondong-bondong mendatangi pulau ini untuk mencoba lapangan golf yang merupakan lima terbaik di Asia. "Bahkan ada olok-olok, pegolf Indonesia belum disebut golfer kalau belum menjajal lapangan di sini," kata Akib.

Program olahraga andalan untuk mendongkrak VBY 2010 lainnya yaitu Tour de Bintan. Sekitar 300 pembalap sepeda dari berbagai negara dan Indonesia bakal berlaga pada lomba balap sepeda pada 15-17 Oktober 2010. Peserta yang sudah konfirmasi untuk bertarung yakni dari Selandia Baru, Australia, Singapura, Inggris, Amerika, China, Korea, Jepang, Thailand, Filipina, dan Malaysia.

Tour de Bintan digelar untuk kedua kalinya. Dibanding tahun lalu yang diikuti 100 peserta dari sembilan negara, kata Akib, kegiatan sekarang lebih menantang. Pasalnya, rute yang dilalui lebih panjang (dari 266 km ditambah jadi 300 km) yang merupakan perpaduan pantai, bukit, dan hutan. Meski baru pertama digelar, Tour de Bintan sudah mendapat kepercayaan dari United Cycling International (UCI) atau Badan Balap Sepeda Dunia. "Kami harapkan, tahun ini Tour de Bintan bisa ditetapkan menjadi kalender tahunan balap sepeda internasional, seperti halnya Tour de Singkarak," kata Akib.

Wisata Sejarah

Selain wisata Bahari, Pemprov Kepri juga giat mempekenalkan wisata sejarah. Pasalnya, daerah ini sangat terkenal pada abad ke-18 pada saat kejayaan Kerajaan Melayu. Salah satu objek wisata sejarah yang terkenal yaitu di Pulau Penyengat, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.

Pulau seluas 240 hektare dengan panjang dua kilometer dan lebar kurang dari satu kilometer itu memiliki aneka situs peninggalan sejarah Melayu abad ke-18, yang sampai kini masih tetap lestari. Misalnya, masjid dengan arsitektur yang menarik, sebuah benteng kuno untuk memantau lalu lintas perahu, Kompleks Makam Raja Kerajaan Riau-Lingga. Juga, ada rumah akar pohon bekas praktik tabib kerajaan, balai pertemuan adat, puing-puing bekas pagar pembatas kerajaan. Situs peninggalan sejarah ini sebagai bukti Indonesia pernah mengalami kejayaan pada masa lalu.

Untuk pergi ke Pulau Penyengat, juga tidak susah. Pulau ini berdekatan dengan Pulau Bintan, tapi masuk wilayah Tanjung Pinang. Untuk mencapai pulau tersebut dari Tanjung Pinang, cukup naik perahu kelotok atau populer disebut pompom dari Pelabuhan Kuning, Tanjung Pinang, dengan membayar Rp 5.000. Wisatawan dari Batam harus menyebrang ke Pelabuhan Sri Intan, Tanjung Pinang dulu baru melanjutkan ke Pulau Penyengat.



Source : Wisata Melayu

Read More......
Share/Save/Bookmark
Kamis, 21 Oktober 2010 Posted in | | 0 Comments »

Batik lazimnya ditoehkan di atas kain, namun para pengrajin di Dusun Krebet, Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Bantul, batik dikembangkan dengan menggunakan media kayu. Topeng kayu, miniatur binatang, dan pernik hiasan lainya dihiasi motif-motif batik dibuat dengan proses layaknya membatik di atas kain.

Dusun Krebet sebenarnya merupakan kawasan tandus. Namun kreativitas warganya dalam mengolah kerajinan batik kayu, telah membuat dusun ini dijadikan sebagai desa wisata yang ada di Kabupaten Bantul.

Kerajinan batik kayu ini menjadi icon dusun Krebet dan sekaligus menjadi tulang punggung ekonomi warga. Omset para pengrajin setiap bulannya mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah. Hasil kerajinan Batik kayu Krebet ini tidak hanya dipasarkan di dalam negeri seperti Bali, Jakarta, dan Surabaya melainkan juga telah menembus pasar mancanegara, yakni Asia, Eropa dan timur tengah.

Keistimewaan

Hal menarik lainnya yang bisa dilakukan wisatawan di sini adalah belajar membatik wayang dari kayu. Membatik dengan media wayang kayu tentu akan memberikan sensasi yang berbeda. Proses membatik dengan media ini tentu akan lebih membutuhkan ketelitian sebab polanya secara otomatis dibuat manual, tidak dicetak seperti ketika membatik dengan media kain. Nuansa istimewa lain dari kegiatan membatik wayang ini adalah pengunjung dapat mempelajari berbagai jenis motif batik, seperti motif klasik Kraton, seperti parangrusak, parangbarong, kawung, garuda, sidomukti, sidorahayu dan puluhan motif lain. Motif-motif ini sangat terkenal dan diminati di pasar mancanegara. Selain motif-motif tersebut, pengunjung juga bisa memilih sendiri motif batik yang hendak dibuat.

Meskipun fasilitas belajar membatik di dusun ini tergolong sederhana dan belum menyediakan instruktur yang bisa berbahasa asing, namun dengan mengamati aktivitas para pengrajin mulai dari membuat wayang dan membatik, pengunjung dapat memperoleh modal yang cukup untuk mulai membatik.

Keistimewaan lain yang didapat pengunjung bila berkunjung ke desa wisata ini adalah lokasinya yang berdekatan dengan lokasi Obyek Wisata Goa Selarong, yang merupakan tempat persembunyian Pangeran Dipenogoro saat berperang melawan Belanda.

Lokasi

Desa Wisata Kerajinan Batik Kayu “ Krebet ” terletak di Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, kurang lebih 12 km Barat Daya Kota Yogyakarta.

Akses

Untuk menuju Dusun Krebet, pengunjung bisa melewati Jalan Bantul menuju ke arah selatan. Dalam perjalanan ini pengunjung dapat memilih beberapa alternatif jalan, yakni melewati desa wisata Kasongan atau berbelok ke kanan setelah sampai Masjid Agung bantul. Pengunjung harus menyiapkan kendaraan pribadi atau menghubungi agen tur yang menyediakan jasa menuju dusun tersebut, sebab tak ada angkutan umum yang menjangkau dusun ini.

Harga Tiket

Desa Wisata Krebet, Sendangsari, Kabupaten Bantul tidak memungut tarif apapun kepada wisatawan. Pengunjung bisa mengunjungi Desa Wisata Krebet secara gratis.

Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Di desa wisata ini ada sekitar 25 sanggar yang menjadi tempat penampungan bagi setiap kreativitas warga masyarakat. Hampir semua warganya, baik laki-laki maupun perempuan bekerja pada sektor usaha kerajinan batik kayu. Untuk menikmati proses belajar membuat wayang batik ini, anda perlu mengeluarkan biaya sekitar Rp 200.000,00 (Desember 2009). Sekilas jumlah tersebut tampak mahal, tapi akan terasa murah karena tak hanya proses belajar membuat wayang saja yang bisa dinikmati melainkan pengunjung juga akan disajikan dasilitas menginap di rumah penduduk yang dijadikan homestay di dusun ini.

Source : Wisata Melayu

Read More......
Share/Save/Bookmark
Posted in | | 0 Comments »

Sekitar 61 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 17 Oktober 1947, di Desa Sambi, pedalaman Kabupaten Kotawaringin Barat, tergores sebuah cacatan sejarah bagi TNI AU yang pertama kalinya menerjunkan pasukan payung RI di daerah itu.

Penerjunan pasukan payung pertama RI itu atas permintaan Gubernur Kalimantan Selatan waktu itu, yaitu Ir. Pangeran Muhamad Noor kepada KSAU (Kepala Staf Angkatan Udara) Komodor Udara D. Suryadarma untuk mendirikan stasiun radio induk yang dapat menghubungkan Yogyakarta (pusat pemerintahan waktu itu) dengan Pulau Kalimantan sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan kemerdekaan.

Untuk memenuhi permohonan tersebut, KSAU membentuk staf khusus dengan tugas mempersiapkan dan melatih pasukan payung sebanyak 13 orang yang sebagian besar direkrut dari putra asli Kalimantan bersama dengan pemuda asal Sulawesi dan Jawa di bawah komandan Mayor Tjilik Riwut. Dengan hanya dilatih selama satu minggu, anggota pasukan payung yang belum memiliki ketrampilan secara memadai itu diterjunkan dari pesawat C 4/Dakota RI-002.

Pada penerjunan tersebut tidak ada satu pun di antara 13 anggota pasukan yang berhasil dengan mulus mendarat sampai ke tanah. Semuanya mengalami hambatan-hambatan di atas pohon. Namun, tantangan yang paling tragis justru datang dari penghianatan bangsa sendiri, karena ada oknum yang telah memberitahu kepada Belanda tentang operasi penerjunan tersebut. Pasukan khusus yang selama berbulan-bulan hidup di rimba belantara itu akhirnya diserang oleh pasukan Belanda dan mengakibatkan tiga orang anggota pasukan gugur di medan laga. Ketiga orang yang gugur dalam penyergapan pasukan Belanda itu adalah Iskandar, pimpinan pasukan, dan dua anggota lainnya, Akhmad Kosasih dan Hary Hadi Sumantri.

Untuk mengenang jasa-jasa pahlawan yang gugur pada penerjunan pasukan payung pertama itu, pada tahun 2000 diresmikan Monumen Palagan Sambi oleh Kepala Staf TNI-AU Marsekal TNI Hanafie Asnan di Desa Sambi, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Pemberian nama Palagan Sambi didasarkan pada lokasi di mana peristiwa penerjunan itu terjadi, yaitu di Desa Sambi.

Keistimewaan

Keistimewaan Monumen Palagan Sambi dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek fisik bangunannya dan aspek sejarahnya. Dilihat dari aspek fisiknya, keistimewaan Monumen Palagan Sambi terletak pada bagian utama dari monumen ini, yaitu pesawat C 4/Dakota RI-002, pesawat asli yang digunakan sewaktu penerjunan. Pesawat ini ditopang oleh sebuah tiang penyangga beton yang berdiri kokoh di atas pelataran seluas kurang lebih 10 x 12 meter. Kondisi pesawat ini sangat terawat, karena sebelumnya benda ini merupakan koleksi berharga milik Angkatan Udara Indonesia. Namun, setelah Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat berencana membangun sebuah monumen untuk mengenang peristiwa penerjunan tersebut, pihak Angkatan Udara kemudian menghadiahkan pesawat ini kepada Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat untuk dijadikan sebagai simbol monumen ini.

Adapun nilai sejarah yang melekat pada monumen ini adalah mengingatkan masyarakat Indonesia pada besarnya kontribusi Angkatan Udara Indonesia dalam mengusir penjajah Belanda dari bumi pertiwi. Monumen ini juga mengingatkan pada cikal-bakal lahirnya korps pasukan payung TNI Angkatan Udara Indonesia, karena di tempat bersejarah inilah pertama kalinya Angkatan Udara Indonesia menerjunkan pasukan payung yang saat itu dilatih hanya dalam waktu satu minggu. Sebelum peristiwa penerjunan itu terjadi, Angkatan Udara Indonesia belum memiliki korps pasukan payung sama sekali. Sedangkan bagi masyarakat Kotawaringin Barat saat ini, Monumen Palagan Sambi adalah simbol kegigihan para pendahulunya dalam mengusir penjajah Belanda dari bumi Kalimantan.

Lokasi

Monumen Palagan Sambi terletak di Desa Sambi, Kecamatan Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat, Propinsi Kalimantan Tengah, Indonesia.

Akses

Untuk mencapai Pangkalan Bun, pengunjung tidak harus singgah di Palangkaraya (Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah) terlebih dahulu. Sebab, di Pangkalan Bun sudah terdapat bandar udara yang menghubungkan dengan kota-kota seperti Ketapang, Palangkaraya, Sampit, Banjarmasin, Jakarta, Surabaya, dan Semarang. Dari kota-kota tersebut, penerbangan menuju Pangkalan Bun rata-rata satu kali dalam sehari. Setelah sampai di Bandara Pangkalan Bun, pengunjung dapat menggunakan taksi, mobil sewaan, atau menggunakan sarana transportasi umum berupa minibus jurusan Bundaran Tugu Pancasila (pusat kota Pangkalan Bun). Letak monumen yang hanya berjarak sekitar 200 meter dari Bundaran Tugu Pancasila membuat monumen ini dapat dijangkau hanya dengan berjalan kaki.

Harga Tiket

Pengunjung tidak dipungut biaya alias gratis.

Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Di sekitar Monumen Palagan Sambi, pengunjung dapat menjumpai sarana akomodasi dan fasilitas yang cukup lengkap, antara lain: hotel/rumah penginapan, restoran/rumah makan, swalayan/minimarket, tempat ibadah (masjid dan gereja), warung internet, warung telekomunikasi, kios-kios penjual voucher handphone, kios-kios penjual cenderamata, dan lain-lain.

Source : Wisata Melayu

Read More......
Share/Save/Bookmark
Selasa, 19 Oktober 2010 Posted in | | 0 Comments »

Kota Martapura dikenal sebagai Kota Intan. Ibukota Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan ini adalah penghasil batu mulia intan/berlian serta batu aji. Batu-batu indah dan berharga tersebut ada yang ukurannya mencapai sebesar ukuran telur ayam. Batu intan dan permata di Pasar Cahaya Bumi Selamat ini masih ditambang dengan cara tradisonal.

Mula-mula warga menggali lubang pendulangan sedalam 1 hingga 3 meter. Dalam tidaknya sebuah lubang pendulangan ditentukan oleh jauh dekatnya batu dulangan (batu yang diduga mengandung intan) yang terpendam di dalam tanah. Setelah digali, batu dulangan kemudian dinaikkan ke atas, kemudian ditumpuk tidak jauh dari lubang pendulangan. Selanjutnya, batu dulangan diangkat lagi ke tepi sungai untuk dicuci. Batu dulangan dicuci dengan bantuan alat yang disebut dulangan atau linggangan yang terbuat dari pohon kayu besar yang dibentuk seperti kerucut, mirip topi para petani di pulau Jawa.

Sedikit demi sedikit batu dulangan tersebut dicuci dan disortir, setelah yakin di dalam batu dulangan tersebut tidak ada intan, batu dulangan tersebut dikeluarkan dari dalam dulangan. Begitulah seterusnya, sampai tumpukan batu dulangan habis dicuci dan seseorang pendulang intan berhasil menemukan sebutir intan. Bila seorang berhasil menemukan sebutir intan, maka yang bersangkutan harus mengumandangkan Salawat Nabi dan mengulum intan temuannya itu ke dalam mulutnya.

Begitu mendengar kumandang Salawat Nabi, biasanya para pendulang intan di sekitarnya akan berdatangan untuk melihat dari dekat intan yang baru saja ditemukan. Selama menjalani profesinya sebagai pendulang intan, mereka dilarang melakukan perbuatan tertentu yang dianggap tabu, misalnya mengibaskan pakaian, kencing di lubang pendulangan, kentut di lubang pendulangan, bersiul-siul, bernyanyi, dan tertawa terbahak-bahak.

Walaupun tambang intan di Kalimantan Selatan menyimpan banyak kandungan intan yang besar, akan tetapi tidak setiap saat bisa ditemukan. Yang bisa diperoleh setiap harinya hanyalah intan-intan kecil yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Terkadang dalam beberapa hari, para pendulang tidak menemukan intan sama sekali, karena untuk menemukan intan yang diidam-idamkan sifatnya adalah untung-untungan. Akan tetapi hal ini tidak menyurutkan langkah mereka untuk bekerja mencari rezeki.

Batu-batu yang ditemukan tersebut kemudian dibentuk menjadi berbagai macam kerajinan. Setelah berbentuk perhiasan atau cenderamata, batu-batu ini dijual di sentra perdagangan. Sentra penjualan sekaligus etalase batu intan dan cenderamata khas Martapura yang terbesar adalah Pasar Batu dan Cenderamata Cahaya Bumi Selamat. Wisatawan yang berkunjung ke Martapura tidak pernah melewatkan untuk singgah di pasar yang sudah lekat sebagai ikon Martapura ini.

Pasar Cahaya Bumi Selamat ini cukup luas. Di dalamnya wisatawan akan menjumpai toko-toko yang memajang kilau keindahan batu permata. Batu-batu tersebut ada yang sudah dipadupadankan dalam bentuk perhiasan, tetapi ada juga yang berupa batu murni. Selain itu, ada pula aneka aksesoris yang diciptakan dengan bahan dasar batu. Selain perhiasan dan aksesoris, Pasar Cahaya Bumi Selamat ini juga menyediakan kerajinan tangan khas daerah hingga ramuan obat dari Kalimantan, seperti pasak bumi.

Beragamnya hasil kerajinan dari batu ini menjadikan harga cenderamata dan perhiasan di Pasar Cahaya Bumi Selamat sangat variatif. Di sini pengunjung dapat menjumpai permata dengan harga murah sampai permata dengan harga selangit.

Keistimewaan

Pasar Intan dan Cenderamata Cahaya Bumi Selamat boleh jadi adalah pasar intan yang paling unik di dunia. Meskipun bernama Pasar Intan, namun situasi dan kondisinya tidaklah semewah nama yang disandangnya. Suasana yang tercipta di pasar ini sangat egaliter. Di sini tidak ada toko-toko dengan etalase super mewah seperti lazimnya pasar intan lainnya. Merupakan hal yang wajar dan lumrah jika wisatawan akan menjumpai beberapa toko di pasar tersebut lebih sering tutup daripada buka. Hal ini dikarenakan pemilik toko tersebut lebih gemar menjual intannya secara asongan.

Hanya sekitar 7 km dari pusat kota Martapura, tepatnya di Kecamatan Cempaka, wisatawan dapat mengunjungi tempat pendulangan intan. Batu paling terkenal yang pernah ditemukan di lokasi ini adalah intan trisakti yang ditemukan sekitar belasan tahun yang lalu. Dengan ditemukannya intan ini, sang pendulang menjadi kaya mendadak. Bahkan nama Trisakti diabadikan menjadi sebuah nama pelabuhan di Banjarmasin.

Lokasi

Pasar Intan dan Cenderamata Cahaya Bumi Selamat ini terletak di pusat kota Martapura. Secara Administratif pasar ini terletak di Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia.

Akses

Pasar Intan dan Cenderamata Cahaya Bumi Selamatlebih kurang berjarak 45 km ke arah Timur dari ibukota Provinsi Kalimantan Selatan, Banjarmasin. Perjalanan ini bisa ditempuh dengan jalur darat baik menggunakan kendaraan pribadi maupun angkutan umum. Lama waktu tempuh dari Kota Banjarmasin mencapai 45 menit. Jika Anda datang dari Bandara Syamsudin Noor, maka waktu tempuh yang diperlukan untuk mencapai pasar ini relatif lebih singkat. Anda hanya membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk mencapai pasar ini.,

Harga Tiket

Wisatawan tidak dikenakan tarif tiket masuk apapun untuk berkunjung ke Pasar Intan dan Cinderamata Cahaya Bumi Selamat

Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Hanya sekitar 7 km dari pusat kota Martapura, tepatnya di Kecamatan Cempaka, wisatawan dapat mengunjungi tempat pendulangan intan. Di Kecamatan Cempakaini, banyak orang yang mendadak kaya raya karena mendapat uang puluhan juta rupiah begitu berhasil menemukan sebutir intan berkadar di atas puluhan karat.

Source : Wisata Melayu

Read More......
Share/Save/Bookmark
Selasa, 12 Oktober 2010 Posted in | | 0 Comments »

Setelah tiba di Aceh rasanya belum lengkap jika belum menginjakkan kaki ke Sabang, Pulau Weh yang merupakan "titik nol" bahagian paling barat Indonesia.

"Dari Sabang sampai Merauke (Papua), kini bukanlah sebuah lagu, tapi begitulah gambaran luasnya negeriku, Indonesia Raya," demikian kalimat yang keluar dari seorang wisatawan Nusantara, setibanya di Balohan Sabang.

Pulau Weh memiliki keunikan dan keindahan alamnya yang masih alami. Birunya laut menembus karang-karang beraneka ragam, warna-warni ikan hias sehingga digelar sebagai "surganya" alam bawah laut.

Panorama alam perairan laut dangkal itu bisa disaksikan di Taman Laut Rubiah, sekitar 23,5 kilometer sebelah barat kota Sabang. Untuk menjangkau objek wisata "surga" bawah laut itu bisa dicapai melalui darat atau sekitar tujuh kilometer dengan perahu bermesin dari Kota Sabang.

Sekitar 2.600 hektare kawasan Pulau Rubiah telah ditetapkan sebagai daerah khusus cagar alam (special nature reserve). Kondisi perairan laut kawasan wisata andalan Sabang relatif tenang dan jernih .

Bagi penggemar snorkel berpengalaman, Octopus dan Stingrays dapat memilih juga Pantai Iboih, yang berdekatan dengan kawasan Pulau Rubiah. Pantai Iboih berpasir putih dan halus. Bertahun-tahun Iboih juga dikenal sebagai "surganya" para turis dari berbagai belahan dunia, terutama penggemar snorkel dan selam.

Keunikan lain dari Pulau Weh yang berjarak sekitar 14 mil laut dari Kota Banda Aceh, yaitu tempat bersejarah seperti benteng kuno dan meriam peninggalan perang sebelum kemerdekaan RI.

Sabang juga diberi gelar sebagai kota "seribu benteng" karena hampir setiap jengkal tanah yang mengarah ke laut lepas itu terdapat benteng kuno, dari masa perang melawan Portugis sampai masuknya Jepang.

Pulau Weh yang mudah dijangkau dengan kapal penyeberangan dari pelabuhan Ulee Lhue Kota Banda Aceh, dengan dua armada kapal cepat (45 menit) dan feri (90 menit) itu juga memiliki sejumlah objek wisata lain yang menarik dikunjungi wisatawan.
Pelabuhan bebas

Di era 1970-an hingga 1985, Pemerintah Pusat menetapkan status Sabang sebagai kawasan pelabuhan bebas (freeport). Masa-masa itu disebut dengan kejayaan Sabang karena hampir setiap jam, berlabuh kapal-kapal niaga dari berbagai negara.

"Saat itu, Sabang merupakan salah satu daerah yang banyak dikunjungi kapal-kapal niaga dan menjadi salah satu wilayah perputaran ekonominya cukup baik di Aceh," kata salah seorang pegiat LSM di Sabang, TM Yusuf.

Pascareformasi, Pemerintah Pusat kembali memberi kado istimewa kepada Sabang, melalui Undang Undang Nomor 37/2000 tentang kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas Sabang.

Kini, Pemerintah Pusat dan Aceh terus berupaya memajukan kawasan Sabang terutama sektor pariwisata sebagai unggulan untuk menarik "dolar" dari jasa kunjungan wisatawan. Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar menyatakan pengembangan Kota Sabang agar menjadi lokomotif atau penggerak pariwisata di 23 kabupaten/kota di provinsi tersebut.

"Saya berharap pengembangan pariwisata di Sabang oleh pemerintah pusat harus menjadi penggerak bagi daerah lain seperti di pesisir timur dan pantai barat Aceh," katanya.

Pengembangan sektor wisata berpeluang penting dalam meningkatkan pendapatan daerah yang didukung dengan berbagai potensi alam yang indah dan situs-situs sejarah di daerah ini. "Aceh memiliki banyak potensi wisata yang harus dikembangkan guna meningkatkan kunjungan wisatawan," katanya.

Sabang sebagai "lokomotif" maka kabupaten/kota lainnya di Aceh, Nazar mengharapkan agar memprogramkan kalender kebudayaan yang digelar minimal dua bulan sekali guna menarik wisatawan berkunjungan di seluruh daerah tersebut.

"Adanya even kebudayaan seperti penampilan berbagai tari tradisional akan mampu untuk menarik para wisatawan berkunjung ke Aceh," kata Nazar.

Untuk mendukung berjalannya "lokomotif" pariwisata Aceh, maka Pemerintah Pusat harus memberi perhatian yang serius terhadap tiga kawasan lainnya yakni Banda Aceh, Aceh Besar dan Aceh Jaya sebagai daerah pengembangan kawasan Sabang.

"Kami berharap Kementerian Budaya dan Pariwisata dapat menyetujui ketiga daerah yang kami usulkan itu sebagai daerah penopang pengembangan wisata di Sabang," katanya.
Pariwisata Indonesia

Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata pada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Firmansyah Rahim, mengatakan Kota Sabang menjadi salah satu dari 29 daerah di Indonesia yang akan dikembangkan sebagai daerah pariwisata selama lima tahun mendatang.

"Dari 29 daerah yang akan dikembangkan sebagai kawasan kunjungan wisata oleh pemerintah pusat, salah satunya adalah Sabang," katanya.

Terpilihnya Sabang, ia mengatakan, karena memiliki berbagai aspek pendukung seperti infrastruktur dan daya tarik sebagai daerah tujuan wisata yang dimiliki oleh kota berpenduduk sekitar 26 ribu jiwa tersebut.

Pascatsunami, ruas jalan terutama akses ke sejumlah lokasi wisata di Sabang sudah membaik, selain dukungan transportasi yang memadai, Pulau Weh juga memiliki sarana pendukung lainnya seperti hotel dan penginapan yang dikelola masyarakat.

Pengembangan sektor pariwisata itu harus ramah lingkungan, menambah lapangan kerja dan mengurangi angka kemiskinan.

"Sektor pariwisata merupakan salah satu kekayaan alam yang dapat terus dikembangkan dan tidak akan habis dibanding sektor pertambangan," katanya.

Kunjungan wisatawan mancanegara ke Provinsi Aceh dalam lima tahun terakhir meningkat drastis yakni dari 4.414 orang 2005 menjadi 18.589 orang pada 2009. Kunjungan wisatawan asing ke Aceh pada 2005 sebanyak 4.414 orang, 2006 (11.524), 2007 (13.838), 2008 (17.282) dan pada 2009 mencapai 18.589 orang.

Selain wisman, kunjungan wisatawan nusantara ke Aceh juga meningkat yakni dari 296.801 orang 2005 menjadi sebanyak 712.630 orang pada 2009.

Sementara itu Wali kota Sabang Munawarliza Zainal mengatakan kunjungan wisatawan asing (wisman) ke Pulau Weh setiap hari sekitar 20 orang. Mereka itu berasal dari berbagai negara antara lain seperti Jerman dan Amerika Serikat.

Lama kunjungan wisman ke Sabang itu selama ini bervariasi, yakni minimal dua hari dan maksimal sepekan.

Anggota DPRK Sabang, Muntadhir menyatakan selain memiliki objek wisata menarik, keramah tamahan masyarakat Pulau Weh akan menjadi daya tarik tersendiri sebagai daerah kunjungan wisatawan.

"Masyarakat Sabang sangat mendukung pengembangan sektor pariwisata karena mereka tahu hanya melalui jasa pariwisata maka upaya pertumbuhan ekonomi Pulau Weh akan tercapai," kata politisi itu.

Pulau Weh yang pernah menjadi "lokomotif" ekonomi Aceh pada masa pelabuhan bebas, kini diharapkan bisa tumbuh dan berkembang melalui "lokomotif" pengembangan sektor pariwisata. (A042/K004)

Read More......
Share/Save/Bookmark
Sabtu, 09 Oktober 2010 Posted in | | 0 Comments »

Gunung Merapi (2911 meter di atas permukaan laut) merupakan salah satu gunung berapi di Indonesia yang masih aktif. Gunung ini terletak kira-kira 30 km di sebelah utara Kota Yogyakarta dan termasuk ke dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.

Gunung Merapi bertalian erat dengan mitos, kepercayaan, dan filosofi masyarakat Jawa, terutama masyarakat sekitar gunung tersebut. Hal ini digambarkan dengan garis imajiner yang menghubungkan antara Gunung Merapi dengan Laut Selatan (Samudera Indonesia) dengan Kota Yogyakarta sebagai titik pusat. Garis imajiner tersebut mempunyai dua aspek filosofis, yaitu jagat alit dan jagat ageng.

Jagat alit merupakan proses perjalanan kehidupan manusia sejak lahir hingga menghadap Yang Maha Kuasa. Tugu Yogyakarta merupakan titik di mana manusia dapat menyatu dengan Tuhan tatkala ia mampu menempuh kehidupan dengan benar dan “lurus”. Planologi Kota Yogyakarta menggambarkan makna dari filosofi tersebut melalui jalan yang membujur dari selatan ke utara. Namun, perjalanan kehidupan manusia tak lepas dari godaan kekuasaan dan kemewahan. Godaan kekuasaan digambarkan melalui kompleks Kepatihan, sedangkan godaan harta tergambar lewat pasar Beringharjo yang berada di sisi jalan antara Keraton dan Tugu Yogyakarta.

Jagat Ageng bermakna seorang pemimpin harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan mementingkan hati nurani ketimbang nafsu kekuasaan. Pemimpin harus melandaskan kepemimpinannya dengan berdasarkan keyakinan kepada Tuhan. Artinya, tindakan memimpin mestilah berdasar pada apa yang diperbolehkan/diperintahkan dan dilarang oleh Tuhan. Oleh karena itu, makna dari garis imajiner tersebut adalah bahwa manusia dapat berada dekat dan menyatu dengan Tuhannya ketika ia sudah dapat memaknai hakikat hidup yang sebenarnya serta berperilaku sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Tuhan.

Gunung Merapi juga diliputi mitos sebagai kerajaan makhluk halus. Masyarakat percaya bahwa Gunung Merapi dijaga oleh Kiai Sapujagad, patih Kesultanan Mataram Islam pada masa pemerintahan Panembahan Senopati, yaitu Sultan Mataram Islam yang pertama. Namun, makhluk halus yang menghuni Merapi bukanlah makhluk yang jahat asalkan manusia senantiasa biasa menjaga dan menghargai Merapi sebagai entitas kehidupan. Atas dasar mitos tersebut, masyarakat di sekitar Gunung Merapi melakukan berbagai upacara, misalnya Upacara Labuhan yang diadakan setiap tahun oleh Keraton Yogyakarta, kegiatan sedekah gunung, selamatan, dan lain sebagainya.

Di luar makna filosofis yang menghubungkan keberadaan Gunung Merapi, Laut Selatan, dan Keraton Yogyakarta, Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang memiliki keistimewaan tersendiri. Hingga saat ini, Gunung Merapi masih menjadi salah satu gunung berapi yang masih aktif di Indonesia. Sejak meletus pada tahun 1548, Gunung Merapi sudah meletus 68 kali. Aktivitas letusan kecil Merapi terjadi setiap 2-3 tahun dan letusan besar terjadi sekitar 10-15 tahun sekali – terakhir pada tahun 2006.

Letusan besar Gunung Merapi terjadi pada tahun 1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan pada tahun 1006 inilah yang diklaim sebagai penyebab perpindahan Kerajaan Mataram Hindu ke Jawa Timur. Sementara itu, letusan yang terjadi pada tahun 1930 menelan korban 1.369 jiwa. Aktivitas letusan yang sering terjadi mengakibatkan ketinggian dan bentuk puncak Merapi senantiasa berubah dari waktu ke waktu.

Mendaki Merapi menjadi tantangan tersendiri bagi Anda yang suka melakukan petualangan. Jalan setapak untuk mendaki Merapi tidak seperti laiknya jalur pendakian. Kadang-kadang jalan ini lebih menyerupai parit dari puncak gunung. Begitu pula medan sepanjang pendakian: berbatu, terjal, dan mudah longsor. Mendekati Puncak Garuda, para pendaki harus ekstra hati-hati dan tepat dalam mengambil keputusan karena tak jarang bebatuan yang diinjak justru longsor – yang bisa berakibat fatal.

Keistimewaan

Gunung Merapi menawarkan berbagai obyek wisata yang menarik. Di lereng selatan ada obyek wisata Kinahrejo yang sekaligus menjadi jalur pendakian dari sisi selatan. Di sini Anda dapat menikmati pemandangan alam yang indah atau berkunjung ke Tuk Pitu (tujuh mata Air). Atau Anda juga dapat bertemu langsung dengan Mbah Marijan, juru kunci Gunung Merapi.

Anda juga dapat mengunjungi obyek wisata Kaliurang, Kalikuning, Kaliadem, atau Taman Nasional Gunung Merapi yang menjadi taman konservasi alam kawasan Gunung Merapi. Udara sejuk dan pemandangan yang indah di kawasan ini akan menyegarkan Anda setelah suntuk dengan rutinitas sehari-hari.
 

Lokasi

Secara administratif Gunung Merapi masuk di wilayah Kabupaten Sleman, Provinsi DI Yogyakarta, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.

Akses

Ada beberapa jalur pendakian yang dapat ditempuh untuk mendaki Merapi dengan tingkat kesulitan dan jarak tempuh yang berbeda-beda. Jalur yang bisa ditempuh para pendaki antara lain:

Pertama, jalur sisi selatan Gunung Merapi, melalui Dusun Kinahrejo. Jalur ini dapat dikatakan sebagai gerbang untuk masuk di Gunung Merapi. Pos pendakian berada di rumah Mbah Marijan. Pendakian dari jalur ini dapat ditempuh rata-rata 6-7 jam menuju puncak. Para pendaki yang menempuh jalur ini akan langsung berhadapan dengan medan yang relatif berat dengan kemiringan 30-34 derajat. Para pendaki pemula sebaiknya menghindari jalur ini karena medannya berat.

Untuk sampai di Kinahrejo, Anda dapat menggunakan kendaraan umum jurusan Yogyakarta–Kaliurang. Kemudian, dari Kaliurang menuju Kinahrejo ditempuh dengan berjalan kaki.

Kedua, jalur Selo berada di sisi utara lereng Gunung Merapi. Jalur ini cocok pagi para pendaki pemula karena medan pendakian yang tidak terlalu berat. Jalur ini dimulai dari posko pendakian yang menjadi basecamp para pendaki. Posko pendakian berada di Dusun Plalangan, Desa Lencoh. Transportasi untuk mencapai dusun ini: dari Solo naik bus jurusan Semarang, turun di Boyolali. Dari Boyolali naik minibus menuju Selo, turun di pertigaan pasar Selo. Dari pertigaan pasar Selo menuju posko pendakian ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 1 km. Perlu diperhatikan, minibus jurusan Selo hanya ada sampai jam 17.00 WIB.

Harga Tiket

Untuk mendaki Gunung Merapi, Anda cukup menuliskan identitas diri di buku tamu dan membayar tiket sebesar Rp 3000,00 per orang di posko pendakian.


Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Di sekitar kawasan wisata Kaliurang, terdapat beberapa hotel yang tarifnya bervariasi. Ada juga beberapa restoran kecil yang menawarkan berbagai menu makanan. Selain itu, Anda dapat menggunakan posko pendakian, baik di Kinahrejo maupun di Plalangan, sebagai tempat beristirahat sebelum dan setelah melakukan pendakian. Bahkan, Anda boleh pula bermalam di sini. Di masing-masing posko, ada beberapa pemandu yang siap mengantar Anda mencapai puncak. Beberapa di antara mereka sekaligus berfungsi sebagai anggota SAR (Search and Rescue).

Biasanya, posko pendakian ini menyediakan makan dan minum dengan harga yang relatif murah. Para pemuda di sekitar posko itu biasanya menyediakan suvenir berupa stiker, kaos, gantungan kunci, dan pernak-pernik lainnya. Sebelum mulai mendaki, Anda harus membawa bekal air yang cukup karena Anda akan kesulitan mencari air di lereng Gunung Merapi.



Source : Wisata Merlayu

Read More......
Share/Save/Bookmark
Kamis, 07 Oktober 2010 Posted in | | 0 Comments »