Setelah tiba di Aceh rasanya belum lengkap jika belum menginjakkan kaki ke Sabang, Pulau Weh yang merupakan "titik nol" bahagian paling barat Indonesia.
"Dari Sabang sampai Merauke (Papua), kini bukanlah sebuah lagu, tapi begitulah gambaran luasnya negeriku, Indonesia Raya," demikian kalimat yang keluar dari seorang wisatawan Nusantara, setibanya di Balohan Sabang.
Pulau Weh memiliki keunikan dan keindahan alamnya yang masih alami. Birunya laut menembus karang-karang beraneka ragam, warna-warni ikan hias sehingga digelar sebagai "surganya" alam bawah laut.
Panorama alam perairan laut dangkal itu bisa disaksikan di Taman Laut Rubiah, sekitar 23,5 kilometer sebelah barat kota Sabang. Untuk menjangkau objek wisata "surga" bawah laut itu bisa dicapai melalui darat atau sekitar tujuh kilometer dengan perahu bermesin dari Kota Sabang.
Sekitar 2.600 hektare kawasan Pulau Rubiah telah ditetapkan sebagai daerah khusus cagar alam (special nature reserve). Kondisi perairan laut kawasan wisata andalan Sabang relatif tenang dan jernih .
Bagi penggemar snorkel berpengalaman, Octopus dan Stingrays dapat memilih juga Pantai Iboih, yang berdekatan dengan kawasan Pulau Rubiah. Pantai Iboih berpasir putih dan halus. Bertahun-tahun Iboih juga dikenal sebagai "surganya" para turis dari berbagai belahan dunia, terutama penggemar snorkel dan selam.
Keunikan lain dari Pulau Weh yang berjarak sekitar 14 mil laut dari Kota Banda Aceh, yaitu tempat bersejarah seperti benteng kuno dan meriam peninggalan perang sebelum kemerdekaan RI.
Sabang juga diberi gelar sebagai kota "seribu benteng" karena hampir setiap jengkal tanah yang mengarah ke laut lepas itu terdapat benteng kuno, dari masa perang melawan Portugis sampai masuknya Jepang.
Pulau Weh yang mudah dijangkau dengan kapal penyeberangan dari pelabuhan Ulee Lhue Kota Banda Aceh, dengan dua armada kapal cepat (45 menit) dan feri (90 menit) itu juga memiliki sejumlah objek wisata lain yang menarik dikunjungi wisatawan.
Pelabuhan bebas
Di era 1970-an hingga 1985, Pemerintah Pusat menetapkan status Sabang sebagai kawasan pelabuhan bebas (freeport). Masa-masa itu disebut dengan kejayaan Sabang karena hampir setiap jam, berlabuh kapal-kapal niaga dari berbagai negara.
"Saat itu, Sabang merupakan salah satu daerah yang banyak dikunjungi kapal-kapal niaga dan menjadi salah satu wilayah perputaran ekonominya cukup baik di Aceh," kata salah seorang pegiat LSM di Sabang, TM Yusuf.
Pascareformasi, Pemerintah Pusat kembali memberi kado istimewa kepada Sabang, melalui Undang Undang Nomor 37/2000 tentang kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas Sabang.
Kini, Pemerintah Pusat dan Aceh terus berupaya memajukan kawasan Sabang terutama sektor pariwisata sebagai unggulan untuk menarik "dolar" dari jasa kunjungan wisatawan. Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar menyatakan pengembangan Kota Sabang agar menjadi lokomotif atau penggerak pariwisata di 23 kabupaten/kota di provinsi tersebut.
"Saya berharap pengembangan pariwisata di Sabang oleh pemerintah pusat harus menjadi penggerak bagi daerah lain seperti di pesisir timur dan pantai barat Aceh," katanya.
Pengembangan sektor wisata berpeluang penting dalam meningkatkan pendapatan daerah yang didukung dengan berbagai potensi alam yang indah dan situs-situs sejarah di daerah ini. "Aceh memiliki banyak potensi wisata yang harus dikembangkan guna meningkatkan kunjungan wisatawan," katanya.
Sabang sebagai "lokomotif" maka kabupaten/kota lainnya di Aceh, Nazar mengharapkan agar memprogramkan kalender kebudayaan yang digelar minimal dua bulan sekali guna menarik wisatawan berkunjungan di seluruh daerah tersebut.
"Adanya even kebudayaan seperti penampilan berbagai tari tradisional akan mampu untuk menarik para wisatawan berkunjung ke Aceh," kata Nazar.
Untuk mendukung berjalannya "lokomotif" pariwisata Aceh, maka Pemerintah Pusat harus memberi perhatian yang serius terhadap tiga kawasan lainnya yakni Banda Aceh, Aceh Besar dan Aceh Jaya sebagai daerah pengembangan kawasan Sabang.
"Kami berharap Kementerian Budaya dan Pariwisata dapat menyetujui ketiga daerah yang kami usulkan itu sebagai daerah penopang pengembangan wisata di Sabang," katanya.
Pariwisata Indonesia
Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata pada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Firmansyah Rahim, mengatakan Kota Sabang menjadi salah satu dari 29 daerah di Indonesia yang akan dikembangkan sebagai daerah pariwisata selama lima tahun mendatang.
"Dari 29 daerah yang akan dikembangkan sebagai kawasan kunjungan wisata oleh pemerintah pusat, salah satunya adalah Sabang," katanya.
Terpilihnya Sabang, ia mengatakan, karena memiliki berbagai aspek pendukung seperti infrastruktur dan daya tarik sebagai daerah tujuan wisata yang dimiliki oleh kota berpenduduk sekitar 26 ribu jiwa tersebut.
Pascatsunami, ruas jalan terutama akses ke sejumlah lokasi wisata di Sabang sudah membaik, selain dukungan transportasi yang memadai, Pulau Weh juga memiliki sarana pendukung lainnya seperti hotel dan penginapan yang dikelola masyarakat.
Pengembangan sektor pariwisata itu harus ramah lingkungan, menambah lapangan kerja dan mengurangi angka kemiskinan.
"Sektor pariwisata merupakan salah satu kekayaan alam yang dapat terus dikembangkan dan tidak akan habis dibanding sektor pertambangan," katanya.
Kunjungan wisatawan mancanegara ke Provinsi Aceh dalam lima tahun terakhir meningkat drastis yakni dari 4.414 orang 2005 menjadi 18.589 orang pada 2009. Kunjungan wisatawan asing ke Aceh pada 2005 sebanyak 4.414 orang, 2006 (11.524), 2007 (13.838), 2008 (17.282) dan pada 2009 mencapai 18.589 orang.
Selain wisman, kunjungan wisatawan nusantara ke Aceh juga meningkat yakni dari 296.801 orang 2005 menjadi sebanyak 712.630 orang pada 2009.
Sementara itu Wali kota Sabang Munawarliza Zainal mengatakan kunjungan wisatawan asing (wisman) ke Pulau Weh setiap hari sekitar 20 orang. Mereka itu berasal dari berbagai negara antara lain seperti Jerman dan Amerika Serikat.
Lama kunjungan wisman ke Sabang itu selama ini bervariasi, yakni minimal dua hari dan maksimal sepekan.
Anggota DPRK Sabang, Muntadhir menyatakan selain memiliki objek wisata menarik, keramah tamahan masyarakat Pulau Weh akan menjadi daya tarik tersendiri sebagai daerah kunjungan wisatawan.
"Masyarakat Sabang sangat mendukung pengembangan sektor pariwisata karena mereka tahu hanya melalui jasa pariwisata maka upaya pertumbuhan ekonomi Pulau Weh akan tercapai," kata politisi itu.
Pulau Weh yang pernah menjadi "lokomotif" ekonomi Aceh pada masa pelabuhan bebas, kini diharapkan bisa tumbuh dan berkembang melalui "lokomotif" pengembangan sektor pariwisata. (A042/K004)
"Dari Sabang sampai Merauke (Papua), kini bukanlah sebuah lagu, tapi begitulah gambaran luasnya negeriku, Indonesia Raya," demikian kalimat yang keluar dari seorang wisatawan Nusantara, setibanya di Balohan Sabang.
Pulau Weh memiliki keunikan dan keindahan alamnya yang masih alami. Birunya laut menembus karang-karang beraneka ragam, warna-warni ikan hias sehingga digelar sebagai "surganya" alam bawah laut.
Panorama alam perairan laut dangkal itu bisa disaksikan di Taman Laut Rubiah, sekitar 23,5 kilometer sebelah barat kota Sabang. Untuk menjangkau objek wisata "surga" bawah laut itu bisa dicapai melalui darat atau sekitar tujuh kilometer dengan perahu bermesin dari Kota Sabang.
Sekitar 2.600 hektare kawasan Pulau Rubiah telah ditetapkan sebagai daerah khusus cagar alam (special nature reserve). Kondisi perairan laut kawasan wisata andalan Sabang relatif tenang dan jernih .
Bagi penggemar snorkel berpengalaman, Octopus dan Stingrays dapat memilih juga Pantai Iboih, yang berdekatan dengan kawasan Pulau Rubiah. Pantai Iboih berpasir putih dan halus. Bertahun-tahun Iboih juga dikenal sebagai "surganya" para turis dari berbagai belahan dunia, terutama penggemar snorkel dan selam.
Keunikan lain dari Pulau Weh yang berjarak sekitar 14 mil laut dari Kota Banda Aceh, yaitu tempat bersejarah seperti benteng kuno dan meriam peninggalan perang sebelum kemerdekaan RI.
Sabang juga diberi gelar sebagai kota "seribu benteng" karena hampir setiap jengkal tanah yang mengarah ke laut lepas itu terdapat benteng kuno, dari masa perang melawan Portugis sampai masuknya Jepang.
Pulau Weh yang mudah dijangkau dengan kapal penyeberangan dari pelabuhan Ulee Lhue Kota Banda Aceh, dengan dua armada kapal cepat (45 menit) dan feri (90 menit) itu juga memiliki sejumlah objek wisata lain yang menarik dikunjungi wisatawan.
Pelabuhan bebas
Di era 1970-an hingga 1985, Pemerintah Pusat menetapkan status Sabang sebagai kawasan pelabuhan bebas (freeport). Masa-masa itu disebut dengan kejayaan Sabang karena hampir setiap jam, berlabuh kapal-kapal niaga dari berbagai negara.
"Saat itu, Sabang merupakan salah satu daerah yang banyak dikunjungi kapal-kapal niaga dan menjadi salah satu wilayah perputaran ekonominya cukup baik di Aceh," kata salah seorang pegiat LSM di Sabang, TM Yusuf.
Pascareformasi, Pemerintah Pusat kembali memberi kado istimewa kepada Sabang, melalui Undang Undang Nomor 37/2000 tentang kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas Sabang.
Kini, Pemerintah Pusat dan Aceh terus berupaya memajukan kawasan Sabang terutama sektor pariwisata sebagai unggulan untuk menarik "dolar" dari jasa kunjungan wisatawan. Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar menyatakan pengembangan Kota Sabang agar menjadi lokomotif atau penggerak pariwisata di 23 kabupaten/kota di provinsi tersebut.
"Saya berharap pengembangan pariwisata di Sabang oleh pemerintah pusat harus menjadi penggerak bagi daerah lain seperti di pesisir timur dan pantai barat Aceh," katanya.
Pengembangan sektor wisata berpeluang penting dalam meningkatkan pendapatan daerah yang didukung dengan berbagai potensi alam yang indah dan situs-situs sejarah di daerah ini. "Aceh memiliki banyak potensi wisata yang harus dikembangkan guna meningkatkan kunjungan wisatawan," katanya.
Sabang sebagai "lokomotif" maka kabupaten/kota lainnya di Aceh, Nazar mengharapkan agar memprogramkan kalender kebudayaan yang digelar minimal dua bulan sekali guna menarik wisatawan berkunjungan di seluruh daerah tersebut.
"Adanya even kebudayaan seperti penampilan berbagai tari tradisional akan mampu untuk menarik para wisatawan berkunjung ke Aceh," kata Nazar.
Untuk mendukung berjalannya "lokomotif" pariwisata Aceh, maka Pemerintah Pusat harus memberi perhatian yang serius terhadap tiga kawasan lainnya yakni Banda Aceh, Aceh Besar dan Aceh Jaya sebagai daerah pengembangan kawasan Sabang.
"Kami berharap Kementerian Budaya dan Pariwisata dapat menyetujui ketiga daerah yang kami usulkan itu sebagai daerah penopang pengembangan wisata di Sabang," katanya.
Pariwisata Indonesia
Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata pada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Firmansyah Rahim, mengatakan Kota Sabang menjadi salah satu dari 29 daerah di Indonesia yang akan dikembangkan sebagai daerah pariwisata selama lima tahun mendatang.
"Dari 29 daerah yang akan dikembangkan sebagai kawasan kunjungan wisata oleh pemerintah pusat, salah satunya adalah Sabang," katanya.
Terpilihnya Sabang, ia mengatakan, karena memiliki berbagai aspek pendukung seperti infrastruktur dan daya tarik sebagai daerah tujuan wisata yang dimiliki oleh kota berpenduduk sekitar 26 ribu jiwa tersebut.
Pascatsunami, ruas jalan terutama akses ke sejumlah lokasi wisata di Sabang sudah membaik, selain dukungan transportasi yang memadai, Pulau Weh juga memiliki sarana pendukung lainnya seperti hotel dan penginapan yang dikelola masyarakat.
Pengembangan sektor pariwisata itu harus ramah lingkungan, menambah lapangan kerja dan mengurangi angka kemiskinan.
"Sektor pariwisata merupakan salah satu kekayaan alam yang dapat terus dikembangkan dan tidak akan habis dibanding sektor pertambangan," katanya.
Kunjungan wisatawan mancanegara ke Provinsi Aceh dalam lima tahun terakhir meningkat drastis yakni dari 4.414 orang 2005 menjadi 18.589 orang pada 2009. Kunjungan wisatawan asing ke Aceh pada 2005 sebanyak 4.414 orang, 2006 (11.524), 2007 (13.838), 2008 (17.282) dan pada 2009 mencapai 18.589 orang.
Selain wisman, kunjungan wisatawan nusantara ke Aceh juga meningkat yakni dari 296.801 orang 2005 menjadi sebanyak 712.630 orang pada 2009.
Sementara itu Wali kota Sabang Munawarliza Zainal mengatakan kunjungan wisatawan asing (wisman) ke Pulau Weh setiap hari sekitar 20 orang. Mereka itu berasal dari berbagai negara antara lain seperti Jerman dan Amerika Serikat.
Lama kunjungan wisman ke Sabang itu selama ini bervariasi, yakni minimal dua hari dan maksimal sepekan.
Anggota DPRK Sabang, Muntadhir menyatakan selain memiliki objek wisata menarik, keramah tamahan masyarakat Pulau Weh akan menjadi daya tarik tersendiri sebagai daerah kunjungan wisatawan.
"Masyarakat Sabang sangat mendukung pengembangan sektor pariwisata karena mereka tahu hanya melalui jasa pariwisata maka upaya pertumbuhan ekonomi Pulau Weh akan tercapai," kata politisi itu.
Pulau Weh yang pernah menjadi "lokomotif" ekonomi Aceh pada masa pelabuhan bebas, kini diharapkan bisa tumbuh dan berkembang melalui "lokomotif" pengembangan sektor pariwisata. (A042/K004)
Sabtu, 09 Oktober 2010
Posted in |
Nanggroe Aceh Darussalam
|
0 Comments »
One Responses to "Pulau Weh, Kota Sabang, Nanggroe Aceh Darussalam"