Sekitar 61 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 17 Oktober 1947, di Desa Sambi, pedalaman Kabupaten Kotawaringin Barat, tergores sebuah cacatan sejarah bagi TNI AU yang pertama kalinya menerjunkan pasukan payung RI di daerah itu.

Penerjunan pasukan payung pertama RI itu atas permintaan Gubernur Kalimantan Selatan waktu itu, yaitu Ir. Pangeran Muhamad Noor kepada KSAU (Kepala Staf Angkatan Udara) Komodor Udara D. Suryadarma untuk mendirikan stasiun radio induk yang dapat menghubungkan Yogyakarta (pusat pemerintahan waktu itu) dengan Pulau Kalimantan sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan kemerdekaan.

Untuk memenuhi permohonan tersebut, KSAU membentuk staf khusus dengan tugas mempersiapkan dan melatih pasukan payung sebanyak 13 orang yang sebagian besar direkrut dari putra asli Kalimantan bersama dengan pemuda asal Sulawesi dan Jawa di bawah komandan Mayor Tjilik Riwut. Dengan hanya dilatih selama satu minggu, anggota pasukan payung yang belum memiliki ketrampilan secara memadai itu diterjunkan dari pesawat C 4/Dakota RI-002.

Pada penerjunan tersebut tidak ada satu pun di antara 13 anggota pasukan yang berhasil dengan mulus mendarat sampai ke tanah. Semuanya mengalami hambatan-hambatan di atas pohon. Namun, tantangan yang paling tragis justru datang dari penghianatan bangsa sendiri, karena ada oknum yang telah memberitahu kepada Belanda tentang operasi penerjunan tersebut. Pasukan khusus yang selama berbulan-bulan hidup di rimba belantara itu akhirnya diserang oleh pasukan Belanda dan mengakibatkan tiga orang anggota pasukan gugur di medan laga. Ketiga orang yang gugur dalam penyergapan pasukan Belanda itu adalah Iskandar, pimpinan pasukan, dan dua anggota lainnya, Akhmad Kosasih dan Hary Hadi Sumantri.

Untuk mengenang jasa-jasa pahlawan yang gugur pada penerjunan pasukan payung pertama itu, pada tahun 2000 diresmikan Monumen Palagan Sambi oleh Kepala Staf TNI-AU Marsekal TNI Hanafie Asnan di Desa Sambi, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Pemberian nama Palagan Sambi didasarkan pada lokasi di mana peristiwa penerjunan itu terjadi, yaitu di Desa Sambi.

Keistimewaan

Keistimewaan Monumen Palagan Sambi dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek fisik bangunannya dan aspek sejarahnya. Dilihat dari aspek fisiknya, keistimewaan Monumen Palagan Sambi terletak pada bagian utama dari monumen ini, yaitu pesawat C 4/Dakota RI-002, pesawat asli yang digunakan sewaktu penerjunan. Pesawat ini ditopang oleh sebuah tiang penyangga beton yang berdiri kokoh di atas pelataran seluas kurang lebih 10 x 12 meter. Kondisi pesawat ini sangat terawat, karena sebelumnya benda ini merupakan koleksi berharga milik Angkatan Udara Indonesia. Namun, setelah Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat berencana membangun sebuah monumen untuk mengenang peristiwa penerjunan tersebut, pihak Angkatan Udara kemudian menghadiahkan pesawat ini kepada Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat untuk dijadikan sebagai simbol monumen ini.

Adapun nilai sejarah yang melekat pada monumen ini adalah mengingatkan masyarakat Indonesia pada besarnya kontribusi Angkatan Udara Indonesia dalam mengusir penjajah Belanda dari bumi pertiwi. Monumen ini juga mengingatkan pada cikal-bakal lahirnya korps pasukan payung TNI Angkatan Udara Indonesia, karena di tempat bersejarah inilah pertama kalinya Angkatan Udara Indonesia menerjunkan pasukan payung yang saat itu dilatih hanya dalam waktu satu minggu. Sebelum peristiwa penerjunan itu terjadi, Angkatan Udara Indonesia belum memiliki korps pasukan payung sama sekali. Sedangkan bagi masyarakat Kotawaringin Barat saat ini, Monumen Palagan Sambi adalah simbol kegigihan para pendahulunya dalam mengusir penjajah Belanda dari bumi Kalimantan.

Lokasi

Monumen Palagan Sambi terletak di Desa Sambi, Kecamatan Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat, Propinsi Kalimantan Tengah, Indonesia.

Akses

Untuk mencapai Pangkalan Bun, pengunjung tidak harus singgah di Palangkaraya (Ibukota Propinsi Kalimantan Tengah) terlebih dahulu. Sebab, di Pangkalan Bun sudah terdapat bandar udara yang menghubungkan dengan kota-kota seperti Ketapang, Palangkaraya, Sampit, Banjarmasin, Jakarta, Surabaya, dan Semarang. Dari kota-kota tersebut, penerbangan menuju Pangkalan Bun rata-rata satu kali dalam sehari. Setelah sampai di Bandara Pangkalan Bun, pengunjung dapat menggunakan taksi, mobil sewaan, atau menggunakan sarana transportasi umum berupa minibus jurusan Bundaran Tugu Pancasila (pusat kota Pangkalan Bun). Letak monumen yang hanya berjarak sekitar 200 meter dari Bundaran Tugu Pancasila membuat monumen ini dapat dijangkau hanya dengan berjalan kaki.

Harga Tiket

Pengunjung tidak dipungut biaya alias gratis.

Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Di sekitar Monumen Palagan Sambi, pengunjung dapat menjumpai sarana akomodasi dan fasilitas yang cukup lengkap, antara lain: hotel/rumah penginapan, restoran/rumah makan, swalayan/minimarket, tempat ibadah (masjid dan gereja), warung internet, warung telekomunikasi, kios-kios penjual voucher handphone, kios-kios penjual cenderamata, dan lain-lain.

Source : Wisata Melayu

Selasa, 19 Oktober 2010 Posted in | | 0 Comments »

One Responses to "Monumen Palagan Sambi, Kab. Kotawaringin Barat, Kalteng"

Write a comment